Minggu, 27 Juni 2021
Pola baru Reformasi Birokrasi - Reinventing Goverment
Pemerintahan baru, pola pemerintahan yang berkembang pada awal tahun 1990 an ini di peolori oleh gabler dengan sebuah terori Reinvenitn goverment dan di implemntasikan oleh pemerintahan Bill Clinton pada perubahan pemerintahan yang ada di USA
bagaimana dengan Indonesia?
peringkat korupsi di Indonesia masih tinggi, berdsarkan data indeks persepsi korupsi yang di release oleh Transparancy International (Lembaga international terpercaya sebagai pemeringkat indesk korupsi) Indonesia memperoleh skor 37 dari 100 dan peringkat 102 dari 108 negara, artinya tingkat korupsi ini masih tinggi di negara ini. padahal upaya menekan korupsi di negara ini terus di gencarkan melalui KPK dan pada setiap lembaga pengawas pada masing-masing isntitusi
permasalahan ini terjadi karena sistem pemerintahan yang tidak dapat mengikuti perkembangan yang ada, sehingga budaya ini susah untuk dihilangkan seara manual, sebagai contoh sebuah layanan pemerintah menjanjikan waktu layanan 3 hari kerja setelah dokumen di terima dengan benar, sementara masyarakat diminta untuk mengisi sendiri layanan tersebut, bagi mereka yang tidak terbiasa pasti dalam pengisian terdapat kesalahan-kesalahan dan waktu 3 hari juga terlalu lama karena akan muncul biaya yang lain karena penyelesaiaan tersebut. artinya tidak ada kepastian apakah permohonan dari masyarakat tersebut sudah benar atau belum sebelum menyerahkan ke pemerintah sebagai penerima layanan.
hal tersebut berakibat dan berimbas pada biaya dan ketidakpastian yang sellau menghantui dalam pelayanan publik. model birokrasi yang terjadi di ndonesia adalah seperti itu sehingga praktek percaloan muncul dengan sendirinya karena kesalahan sistem yang menciptakan hal tersebut terjadi,di lain pihak pemerintah saat ini menekan habis-habisan percaloan yang merugikan masyarakat tetapi kenyataanya adalah sistem pada pemerintahan sendiri yang menyulitkan.
apabila layanan tersebut simple, gampang mudah dan diasistesi permasalahannya, maka prkatek percaloan akan hilang sendiri tanpa ada tekanan untuk menghilangkan percaloan.di dunia perdagangan international pemerintah malah mengikutsertakan legal percaloan yang di istilahkan sebagai PPJK, artinya pemerintah gagal dalam memberikan pelayanan yang mudah, sehingga menyuburkan percaloan legal yang di sebut PPJK, fungsi administratif dan konsultatif teknis tersebut dlimpahkan ke pihak lain.
perubahan pada model layanan pemerintah perlu di terapkan dalam dunia kepabeanan dimana sebagai misi utama bea dan cukai adalah sebgai fasiliator perdagangan international, revenue collector dan pengawasan. perubahan pola pemerintah akan berdampak pada peningkatan effiesinesi, penyerapan sumber penerimaan baru, kepastian pelaku usaha sehingga akan mendorong perkenomian kedepan.
https://www.youtube.com/watch?v=5o5LBCvoRDs
Permasalahan utama yang berkaitan dengan birokrasi yaitu:
-Organisasi
(Organisiasi belum tepat funsgi, ukuran dan model serta terikat pada peraturan yang rigid dan kaku)
- peraturan yang tumpang tindih, inkonsistem, tidak jelas dan multitafsir (saran penggabungan UU kepabean, Cukai, Karantina, Imigrasi dan Perdagangan menjadi satu)
SDM Aparatur
pola SDM masih belum optimal, naik pangkat rutin setiap 4 tahun, penggajian yang masih belum tepat, pengukuran kinerja juga tidak objektif, atasan dan pimpinan masih punya kontrol dan penilaian mutlak pada bawahan sehingga like and dislike sangat terasa pada birokrasi pemerintahan)
- kewenangan yang belum merata dan penyalahgunaan wewewnag, kewenangan harus tepat dan terdesentrasliasi sampai kebawah serta pengawasan dari unit terkait, jangan di bebankan kewenangan tersbeut semua ke pimpinan,masing-masing individu punya kewenangan untuk memutuskan sesuai dengan kompetensinya
- Pelayanan public
pelayanan publik yang ada masih sangat kaku tidak daapt melihat perkembangannya sehingga perlu adanya R7D pelayanan publik yang dinamis sesuai perkembangan yang ada
- pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (Culture-set)
pola dan budaya birokrat belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang fefektif, efisien dan produktif
prinsip2 reformasi birokrasi
- outcome (peningkatan kualitas kelembagaan, tatalaksana, peraturan perndang-undangan, manajemen SDM aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (cultute set) aparatur
- terukur
- efisien
- realistik
- konsisten
- sinergi
- Inovatif
- indpendensi/memberikan ruang gerak yang luas bagai K/L utk melakukan inovasi dalam penyelenggaraan publik
- kepatuhan
- dimonitor
reinventing goverment dan optimalisasi pelayanan
- Teori New Public Management dan New Public Service
Woodrow Wilon (1987) dikotomi konsep antara politik dan administrasi,
Max Weber (1922) pola birokrasi terstruktur, pemisahan fungsi dan tugas
Luther gullick (1937) dengan konsep POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, coordinating, reporting dan budgeting)
Frank J. Goodnow (1900) konsel politics and administration)
Fedrick W. Taylor (1912) konsep Scientific management
Hebert A. Simon (1946) konsep dthe Proverb of Administration
David Osborne dan Ted Gaebler (1992) teori reinventing goverment
dalam bukunya How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector dan Banishing Bureaucracy: The Five Strategies fo Reinventing Goverment
10 Prinsip Reinventing Goverment:
1. Pemerintahan Katalis, pemerintah mengarahkan tidak ikut menggayuh, jadi fungsi pemerintah hanya pada control, mengamati pelaksanaan dan meberikan kebijakan sebagai bagian dari campur tangan pemerintah agar pelaksanaan sistem yang berkembang dapat diarahan melalui peraturan-peraturan, pemerintah hanya sebagai control dan membuat kebijakan berdsarkan survey peelitian pada masyarakat)
ikut campur pemerintah dalam suatu persawstaan tidak akan dapat bersaing dan cendrung tidak fair jika ada bagian pemerintah yang bersaing dengan swasta sehingga di khawatirkan malah nanti akan merugikan pihak pemerintah sendiri
2. Pemerintah milik rayat, memberi wewenang ketimbang melayani
3. PEmerintahan yang kompetitif
4. Pemerintah yang digerkkan oleh misi: mengubah organisasi yang di gerkkan oleh peraturan
5. Pemerintah yang berorientasi hasil, membiayai hasil bukan masukan.
jika pemerintah digerkkan untuk mencapai hasil maka mereka akan obsesif untuk mencapai hal tersebut
6. Pemeritah berorintasi pelanggan
peningkatan layanan dan tingkat kepuasan pelanggan
7. Pemeintah Wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan
8. Pemerintah antisipastif: mencegah dari pada mengobati
contoh biudaya antisipastif adalah misal untuk mengurangi resiko banjir maka sistem drainase diperbaiki, untuk mencegah kebakaran di buat sistem peringatan dini dsb
9. PEmerintah desentralisasi: dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja
10. Pemerintah berorientasi pasar:mendogkrak perubahan melalui pasar
Selasa, 22 Juni 2021
Minggu, 13 Juni 2021
Selasa, 08 Juni 2021
Rabu, 02 Juni 2021
PROPSAL PENELITIAN
TRANSFORMASI MODEL KERJA MELALUI DIGITALISASI PELAYANAN PUBLIK
TERHADAP MOTIVASI PEGAWAI PASCA PANDEMI COVID-19 PADA SDM GENERASI X, Y, Z KPU
BEA DAN CUKAI TANJUNG PRIOK MENUJU REFORMASI BIROKRASI
Latar Belakang
Pascakrisis Ekonomi tahun
1998 dan berlanjut pada terjadinya reformasi di Indonesia, desakan yang
besar datang dari masyarakat untuk melakukan perubahan pada administrasi publik
yang telah gagal membentuk budaya adminisitrasi yang bersih dari KKN (Dwiyanto,
A dkk, 2021). Hal ini membuat hampir semua birokrasi di Indonesia mulai
melakukan pembenahan dengan mencoba mengevaluasi dan menerapkan kebijakan baru
dalam pengelolaan birokrasi.
Penerapan teori-teori
manajemen dan admininstrasi publik (Hood, 1991; Osborne, & Gaebler, 1992) terus
dikaji untuk mencari formula implikasi yang paling tepat agar dapat memperbaiki
birokrasi di Indonesia (Thoha, 2015). Berdasarkan indeks efektifitas pemerintahan
yang dikeluarkan World Bank di lihat dari 6 aspek penilaian (Kaufman, Kraay
& Mastruzzi, 2010) posisi Indonesia masih jauh tertinggal dan perlu
dilakukan upaya-upaya perbaikan yang kreatif, sistematis dan berkelanjutan.
Sebagai bagian dari
pemerintah yang memiliki fungsi strategis dalam pengelolaan keuangan, Kementerian
Keuangan terus mengembangkan upaya trasnformasi berkelanjutan di mulai dari
tahun 2002 dan secara masih sejak 2007 dengan tiga pilar utama yaitu penataan organisasi,
proses bisnis dan sumber daya manusia (Kementerian Keuangan, 2021). Secara nasional
maka kementerian keuangan termasuk yang tertinggi dalam pencapaain tersebut
selain karena sebagai pioneer, keberhasilan yang dicapai juga karena
konsistensi dari pimpinan untuk terus berubah (Taufik, & Warsono, 2020). Kementerian
keuangan telah memiliki 87 inisiatif strategis Program Reformasi Birokrasi
dan Transformasi kelembagaan 2014-2025. Tetapi untuk mengejar ketertinggalan global
maka diperlukan strategi yang lebih maju dan dinamis dengan berpikir kedepan,
berpikir Kembali dan berpikir lintas batas (Neo & Chen, 2007).
Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai merupakan salah satu unit eselon satu dibawah Kementerian Keuangan.
DJBC memiliki visi untuk menjadi organisasi kepabeanan terkemuka di dunia.
untuk itu perubahan demi perubahan menuju perbaikan terus dilaksanakan seperti
slogan yang terus di budayakan pada instasi yaitu "bea cukai makin
baik". untuk mencapai harapan itu segenap daya dan upaya menuju perubahan
perbaikan terus dilakukan di semua sektor, perubahan secara bertahap dan
terstruktur sudah dilakukan oleh DJBC sebagai bagian dari Kementerian Keuangan,
salah satu pengembangan pada sisi SDM dengan perubahan pola pikir dan
beradaptasi dengan perubahan melalui pelatihan, pembinaan, perekrutan,
perubahan sistem, kesempatan, serta memperhatikan keseimbangan antara
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (Hartati, 2020).
Di penghujung tahun 2019
dunia menghadapi krisis baru yaitu menyebarnya virus covid-19 yang menyebabkan
pandemi di semua belahan dunia dan menyebabkan tantangan pada sistem kesehatan
dan ekonomi (McKibben & Fernando, 2020). Pandemi ini
berdampak pada sistem kesehatan dan pelayanan publik dimana pemerintah menjadi
dilema dalam membuat kebijkan. Lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan
daerah sangat terlihat pada awal-awal pandemi (Febriani, Bramasta &
Noorizqa, 2020). Pada kondisi yang sangat rentan, pola birokrasi masih
mengedepankan pola birokrasi yang lambat dimana dalam suasana genting birokrasi
masih mempertahankan pola birokrasi Weberian yang masih melihat prosedur
hierarkis dan kaku (Yunianingsih, 2019). Pimpinan pada sektor publik masih
menuggu langkah-langkah koordinasi dan prosedur karena tidak berani untuk
mengambil langkah strategis guna menyelesaikan permasalahan tersebut.
Pascapandemi terjadi
perubahan yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari seperti pola
kebiasan baru yaitu mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak. hampir
setiap orang mengikuti protocol kesehatan tersebut. Perubahan radikal tampak dalam
hal bekerja memberikan efek yang sangat besar. Faktor eksternal yang besar
membuat tahap awal perubahan Unfreeze (Burnes & Cook, 2013) dapat
berjalan dengan cepat, adanya pemberitaan media dan ancaman besar akan virus
baru ini membuat resistensi yang ada dapat dikalahkan (Cronshaw dan McCulloch,
2008). Pada fase selanjutnya adalah Change/movement dan kembali pada refreeze/era
new normal dimana pemerintah berupaya untuk menguatkan perubahan agar
dapat berjalan dengan baik, dinamis dan stabil (Taufik & Warsono, 2020).
Dampak perubahan juga sangat
terasa pada pelayanan publik dikarenakan pembatasan aktivitas interakasi
langsung sesuai PP No. 21 tahun 2020 guna mengurangi
penyebaran virus, untuk mengatasi keterbatasan tersebut maka pemanfaatan
teknologi digital menjadi semakin meningkat. Pandemi Covid-19 telah
mempengaruhi pergeseran perubahan digitalisasi penyediaan pelayanan publik
secara luas. Tantangan-tantangan sosial yang muncul pasca merebaknya pandemi
COVID-19 memaksa lembaga-lembaga publik atau institusi pemerintah untuk
melakukan akselerasi digital untuk mengoptimalisasi layanan publik (Agostino,
Arnaboldi, & Lema, 2021)
Begitu juga dengan model
kerja WFH (work from home) yang diharapkan dapat mengurangi interaksi
antar pegawai dengan masyarakat. Kementerian Keuangan pun menerapkan konsep WFH
ini kedalam FWS (Flexible Working Space) dimana perubahan ini apabila
tidak diterapkan dengan tepat malah akan memuncukan konflik pekerjaan dan
kehidupan (Driyantini, Pramukaningtiyas, &
Agustiani: 2020). Perubahan pola kerja ini mengharuskan pegawai ASN dapat
terus melayani publik dengan pemanfaatan digtalisasi sehingga pelayanan publik dapat
berjalan dengan baik. Tetapi tidak semua pegawai WFH dapat menjalankan
pekerjaan secara efektif karena berbagai macam hambatan seperti suasana rumah
dan kantor jauh berbeda, sarana prasarana rumah yang kurang memadai, gangguan
dari penghuni rumah tangga sehingga sulit fokus pada pekerjaan. Pola kerja baru
ini akan berdampak pada motivasi pegawai pada pelayanan publik dalam merespon
perubahan besar yaitu digitalisasi pelayanan publik dan model kerja WFH/WFO.
Perumusan
Permasalahan (Statement of Problem)
Perubahan pola kerja
menjadi digitalisasi dan penerapan WFH/WFO telah mereformasi aspek kehidupan
termasuk dalam pelayanan publik. Pada dunia kerja birokrasi terjadi perubahan
yang sangat signifikan dalam pemanfaatan teknologi e-government. Indeks e-government
Indonesia naik drastis dari 0,52 tahun 2018 menjadi 0,66 dan naik peringkat
dari 107 tahun 2018 menjadi peringkat 88 dari 193 negara di dunia (UNDESA, 2021). Peningkatan ini menunjukkan bahwa dalam kondisi
tertentu, e-government dapat dikembangkan, Batasan-batasan untuk terus
meningkatkan indeks performance masih seputar dapur birokrasi itu
sendiri. Masalah regulasi, wewenang, bekerja masing-masing dan motivasi yang
rendah masih menjadi penghambat perkembangan tersebut.
Peneltian mengenai
digitalisasi sudah banyak dilakukan dan besarnya manfaat berupa efektifitas,
efisiensi, responsive, akuntabilitas, pencegahah korupsi, transparansi,dan
pengambilan keputusan pada pelayanan publik. (Coursey & Noris: 2008; Holzer
& Manoharan, 2012; Yunianingsih, Indah & Septiawan, 2021). Beberapa
penelitian lain juga membahas penyebab gagalnya e-government dalam
memenuhi harapan masyarakat dalam hal struktur organisasi, pola manajemen
publik, tekanan dari unsur politik, resistensi birokrasi, regulasi, SDM,
perencanan (Dawes, 2008; Moynihan & Lavertu, 2012; Anthopoulos, 2015; Anthopoulos,
Reddick, Giannakidou, & Mavridis, 2016; Moyson, Scholten, & Weible,
2017). Perubahan pelayanan digital membatasi interaksi sosial secara langsung
sangat efektif dalam mengurangi penyebaran covid-19(Koo
et al., 2020).
Digitalisasi dan metode kerja
WFH/WFO telah membuat perubahan ruang kerja birokrasi menjadi fleksible dalam network,
penyiapan aplikasi yang memadai dan cocok untuk mendukung pekerjaan dengan
suasana yang baru terutama dalam masa pandemi ini yaitu digitalisasi dan flexible
work. Dampak perubahan juga sangat dirasakan oleh pegawai ASN khususnya
Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok. Pada tahun 2020 secara
mandatory semua administrasi pelayanan publik beralih ke digital yaitu aplikasi
Nadine (aplikasi workoffice internal) dan aplikasi SLIM (Pelayanan
terpadu satu pintu). Tetapi perubahan yang terjadi belum pada tahap
peyederhanaan birokrasi, sehingga dapat menyesuaikan dengan reformasi
birokrasi, maka manajemen ASN juga dapat menerapkan pola new publik
management guna merespon perubahan tersebut. Agar keberlangsungan pelayanan
publik dapat berjan dengan lancar perlu respon yang cepat dari pemerintah untuk
mengubah kebijakan dan menyelaraskan regulasi terkait penyesuaian kondisi pandemi
(lumbanraja, 2020).
Penyederhanaan struktur
organisasi, penataan tatalaksana dan deregulasi kebijakan perlu dilakukan oleh
pimpinan agar dapat dengan cepat merespon perubahan yang terjadi. Sementara
penyempurnaan digitalisasi apliasi kerja diperlukan untuk menunjang konsep
kerja masa depan. Fleskibilitas ini juga mempengaruhi masing-masing individu
berdasarkan teori motivasi dua faKtor Mcgregor yaitu model X dan Y, dimana
pegawai dengan model X perlu memperoleh pengawasan exstra dalam kontrol
pelaksanaan tugas yang berubah pada saat ini. Perubahan pada pola kerja akan
mempengaruhi hasil kerja dan karir pada masing-masing individu (Gibson, 2003).
cara kerja WFH/WFO dan digitalisai juga akan mempengaruhi individu dalam
motivasi kerja berdasarkan tipe generasi pegawai (Bencsik &
Machova, 2016). Pada saat ini SDM ASN terdiri dari 3 generasi, karena generasi baby
boomer/kelahiran 1947-1964 sudah memasuki masa pensiun untuk tahun-tahun
ini, sehingga saat ini SDM ASN di dominasi oleh 3 generasi yaitu generasi X, Y
dan Z. masing-masing kelompok mempunyai cara dan mental kerja berbeda. Menurut (Bencsic,
& Machova, 2016) mengelompokkan generasi sebeagai berikut:
Generasi Y dan Z sangat
adaptif dengan teknologi tentu tidak mengalami kesulitan dengan pola kerja
digital, sedangkan generasi X akan lebih menyesuaiakn pola kerja yang ada. Generasi
Y dan Z memiliki kemampuan multi-tasking/mengerjakan tugas dalam waktu
yang bersamaan, memiliki pandangan tentang kehidupan Professional dan cenderung
memiliki inisiatif kewirausahaan. Generasi Z sangat cocok dalam berkomunikasi
secara virtual (Tulgan, 2013). Menurut Bolser & Gosciej (2015) keragaman
kondisi ruang kerja dengan beberapa tipe generasi dapat dicairkan dengan
keterlibatan semua pegawai melalui mentoring terbalik, dimana masing-masing
pegawai saling berbagi mengenai pengalaman dan kemampuan mereka yag akhirnya
dapat meningkatkan kinerja organisasi. Generasi Z lebih sensitif terhadap
motivasi dibanding generasi X dan Y, tidak seperti generasi Z, generasi X dan Y
menganggap regulasi sumber dari pekejaan. Motivasi internal lebih berkontribusi
pada generasi Z di banding X dan pelayanan publik dengan beragam tipe generasi
sebaikanya dapat mengadopsi model kerja baru yang dapat bertahanan pada saat pandemi
covid-19 (Mahmoud, A.B., Fuxman, L., Mohr, I., Reisel, W.D. and Grigoriou, N.
2021).
Perubahan digitalisasi
pelayanan publik dan model kerja ASN secara massif tentu akan mempengaruhi
motivasi dari ASN itu sendiri. Perubahan motivasi dalam bekerja dan beradaptasi
ini akan berdampak pada kinerja pegawai dan efektifitas organisasi (Perry dan
Wise, 1990; Perry, 1996; Cerase & Farinella, 2009; Kim & Vandenabeele 2010; Leisink & Steijn, 2009; Naff & Crum,
1999). Maka dari itu peneltian terkait dengan pola kerja baru pelayanan publik
bagi aparatur sipil negara dan motivasi dari ASN tersebut dalam merespon pola
perubahan masih perlu terus untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan road
map birokrasi yang telah ditetapkan dengan melihat pada momentum perubahan
yang ada.
Dari beberapa penelitian
sebelumnya yang lebih banyak membahas mengenai perubahan ke arah digitalisasi
dan konsep bekerja, maka penelitian ini akan melihat motivasi ASN pada KPU Bea
dan Cukai dalam menghadapi perubahan yang massif dalam model kerja dan
digitaliasi pelayanan publik berdasarkan dari tipe generasi yang ada. Dalam hal
ini kantor pelayanan utama bea dan cukai memiliki kekhususan sendiri di banding
kantor pelayanan bea dan cukai yang lain karena dilihat dari volume pekerjaan
dan tingkat kesibukannya yang sangat tinggi. Apalagi kantor pelayanan ini
merupakan indikator dari proses kepabeanan di Indonesia secara keseluruhan
dimana hampir 60-70% kegiatan kepabeanan Indonesia di selesaikan di kantor
pelayanan utama ini.
Pertanyaan/Tujuan Penelitian
Situasi pascapandemi berlanjut pada pola kebiasan new normal,
dimana pembatasan interaksi manusia secara langsung membuat perubahan secara
radikal dalam konsep bekerja. Tetapi pada masa sekarang ini seharusnya hal tersebut
tidak berdampak signifikan karena teknologi sudah cukup berkembang untuk
menunjang adaptasi new normal tersebut. Begitu juga pola pelayanan
publik dimana pemerintah harus mengupayakan perubahan-perubahan ini dapat
berjalan dengan baik. Selain kesiapan infrastruktur secara massif tentu
pelaksana dari digitalisasi pelayanan publik adalah kunci berhasilnya peralihan
model kerja ini.
Birokrat harus dengan sesegera mungkin menyesuaikan pola pelayanan degan
konsep digitalisasi dan model kerja WFH/WFO. Dalam penelitian ini membahas
bagaimana ASN dapat mengelola motivasi kerja agar dapat menyesuaikan kondisi
yang ada. Saat ini ASN aktif terdiri dari 3 generasi X, Y, dan Z dimana
masing-masing generasi akan beradaptasi terhadap pola perubahan tersebut
sehingga model kerja seperti apa yang cocok untuk masing-masing generasi pada
masa pandemi ini?
Perubahan ini tentu akan mendorong perubahan reformasi birokrasi yang
sudah di canankan pemerintah, bagaimana proses perubahan ini diselaraskan
dengan reformasi birokrasi? Kondisi bekerja di luar kantor / rumah berimbas
pada suasana kerja yang di hadapi oleh aparatur sipil negara, bagaimana kondisi
ini terhadap pegawai dengan semangat rendah kerja model X baik dalam pengawasan
maupun motivasi bekerja tersebut?
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut
peneliti juga mencoba mengidentifikasi model kerja yang baru yang cocok yang
perlu dikembangkan dalam proses perubahan ini yaitu model game online yang
sudah dikenal dekat oleh generasi Y dan Z, implementasi model game online ini akan
diterapkan pada model kerja digitalisasi dan WFO/WFH dimana masing-masing
pegawai mempunyai user dan menjalankan permainan secara online tapi yang
dilakukan dalam permainan tersebut adalah pekerjaan, dengan pengukuran kinerja,
pemberian insentif, menciptakan tantangan untuk memacu pegawai meningkatkan
produktifitasnya.
Kelogisan (Rationale)
Model Penelitian
Penerapan reformasi digital secara komprehensif
pada pelayanan publik perlu diikuti dengan system dan model pelaksana pelayanan
itu sendiri yaitu SDM birokrat yang kompeten, untuk dapat menyesuaikan
perubahan maka model kerja birokrasi perlu di ubah dan dikembangkan lagi.
Peneltian ini mencari hubungan antara proses digitalisasi dan model kerja
pascapandemi dengan motivasi pegawai di lingkungan KPU BC Tanjung Priok
berdasarkan tipe generasi. Guna pelaksanaan model dan implemntasi baru, maka
manajemen perubahan perlu dipersiapkan. Proses deregulasi kebijakan dapat disesuaikan
dengan kebijakan dari leadership untuk dapat memaksimalkan pelimpahan
wewenang guna mendukung simplikasi dari pelaksanaan pelayanan.
Untuk mencapai cara baru yang lebih efektif dan daapt
memberikan motivasi pegawai terutama pelaksana lapangan, maka perlu ada upaya down
to up. Jika selama ini pimpinan atau senioritas dalam berkerja menjadi
hambatan seseorang, maka dengan perubahan pola tertentu dapat memberikan
suasana baru di tengah kemonotanan pekerjaan. Secara teoritis hal ini akan memberikan
pengembangan dan pembuktian pada teori-teori yang sudah ada, secara praktis
dapat dijadikan acuan bagi manajemen SDM dan pimpinan untuk dapat menjalankan
pola kerja efektif dalam new normal.
Metode dan Desain
Penelitian menggunakan metode kombinasi/mix
methode. Pada tahap awal peneliti mengumpulakan data melalui study
literatur, melakukan maping pada pola kebijakan yang sedang berjalan
(Dunn, 2018), lalu mencari faktor determinan dalam proses perubahan setelah
masa pandemi dengan menggunakan teknik kualitatif explorative dan pengumpulan
data melalui wawancara kepada subjek-subjek tertentu penelitian, hal ini dapat
memperkuat penelitian penulis karena keterbatasan studi literatur sebelummnya
terkait dengan fenomena kerja birokrasi setelah memasuki masa new normal,
setelah data penelitian terkumpul maka dilanjutkan dengan metode kuantitiatif
dengan menguji variable-variabel yang telah dikumpulkan melalui
survey/quisionaire. Teknik Analisa data menggunakan Analisa SEM (structural
Equitation Modeling)
Pengumpulan data di peroleh dari 2 Kantor Pelayanan
Utama Bea dan Cukai yaitu KPU Bea Cukai Tanjung Priok dan KPU Bea dan Cukai
Soekarno Hatta, 2 kantor pelayanan utama ini merupakan bagian penting dari DJBC
karena merupakan etalase perdangagan keluar masuknya barang dari dan ke Indonesia
sehigga kedua kantor pelayanan utama ini menjadi sangat penting dalam peneltian
ini. Pengumpulan data menggunakan data primer baik dari wawancara (kualitatif)
yang kemudian dilanjutkan dengan survey/quisionaier pada pegawai kantor
pelayanan utama bea dan cukai tanjung priok dan KPU Soekarno hatta dengan
Teknik pengambilan data populasi.
Timeline Penelitian
Signifikansi/Manfaat
Secara teoritis penelitian ini mengmbangkan teori-teori yang sudah ada
dan menemukan gabungan pola teori guna mencari solusi untuk perubahan kondisi
saat ini.
secara praktis, penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi manajemen
birokrasi agar dapat menyesuaikan dan memaksimalkan perubahan dengan
memanfaatkan semaksimal mungkin sumber daya yang dimiliki. penelitan ini akan
berguna untuk mencapai tahapan kematangan dalam e govemence dan
pelayanan publik di KPU Bea dan Cukai. Serta dapat merencanakan model perubahan
yang saling berkaitan sehingga dapat dipersiapkan dari awal mulai dari
pembentukan model aplikasi baru sampai dengan pelimpahan wewewnang.
Kesimpulan dan Saran
Penelitian
ini diharapkan mampu berkontribusi dalam konsep teori-teori yang sudah ada dan
berkembang sesuai dengan masa dan kondisi yang terjadi.
Secara
praktis manfaat penelitian ini berkontribusi pada transformasi khususnya di
kantor pelayanan utama bea dan cukai
Daftar Pustaka
Anderson, J. A. (2003). Publik Policy Making: An
Introduction. New York: Houghton Mifflin Company
Anthopoulos, Leonidas. (2015). E-Government as
an Innovative Product: Theories and Case Study. 10.1201/b18321-8
Bencsik, A., & Machova, R. (2016).
Knowledge Sharing Problems from the Viewpoint of Intergeneration Management. In
ICMLG2016 - 4th International Conference on Management, Leadership and
Governance: ICMLG2016 (p. 42). Academic Conferences and publishing limited
Cerase, F. P., & Farinella, D. (2009). Public
Service Motivation: How Does it Relate to Management Reforms and Changes in the
Working Situation of Public Organizations? A Case Study of the Italian Revenue
Agency. Public Policy and Administration, 24(3),
281–308. https://doi.org/10.1177/0952076709103812
Dawes, S. (2008). The Evolution and
Continuing Challenges of E-Governance. Public Administration Review, 68,
S86-S102. Retrieved May 27, 2021, from http://www.jstor.org/stable/25145732
Dunn, W. (2018). Publik Policy Analysis:
An Integrated Approach. New York: Routledge.
Dwiyanto, Agus., dkk (2021). Reformasi
Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah mada University Press
Febriani, Dyah & Bramasta, Valeryan
& Noorizqa, Vanissa. (2020). EVALUATION OF GOVERNMENT POLICY READINESS IN
THE MANAGEMENT OF THE COVID-19 PANDEMY VIEWED FROM THE IMPLEMENTATION OF DYNAMIC
GOVERNANCE.
Hartati, I. (2020). STRATEGI PEMBANGUNAN
SDM KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ERA DISRUPSI
4.0. Jurnal BPPK: Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan, 13(1),
109-129. https://doi.org/https://doi.org/10.48108/jurnalbppk.v13i1.493
HOOD, C. (1991). A PUBLIC MANAGEMENT FOR
ALL SEASONS? Public Administration, 69(1), 3–19. https://doi.org/10.1111/j.1467-9299.1991.tb00779.x
Kaufmann, D., Kraay, A., & Mastruzzi, M. (2010). The
Worldwide Governance Indicators: Methodology and Analytical Issues. World Bank
Policy Working Paper No. 5430.
Kementerian Keuangan, (20 Mei 2021). Profil Reformasi
Birokrasi. https://www.kemenkeu.go.id/transformasi-kelembagaan/profil-reformasi-birokrasi.
Kim, S., & Vandenabeele,
W. (2010). A Strategy for Building Public Service Motivation Research
Internationally. Public Administration Review, 70(5),
701-709. Retrieved May 28, 2021, from http://www.jstor.org/stable/40802367
Koo, Joel & Cook, Alex & Park, Minah &
Sun, Yinxiaohe & Sun, Haoyang & Lim, Jue & Tam, Clarence &
Dickens, Borame. (2020). Interventions to mitigate early spread of SARS-CoV-2
in Singapore: a modelling study. The Lancet Infectious Diseases. 20.
10.1016/S1473-3099(20)30162-6.
Leisink, P.,
& Steijn, B. (2009). Public service motivation and job performance
of public sector employees in the Netherlands. International Review of
Administrative Sciences, 75(1), 35–52. https://doi.org/10.1177/0020852308099505
Lumbanraja, D., A. (2020). Urgensi
Transformasi Pelayanan Publik melalui E-Government Pada New Normal dan
Reformasi Regulasi Birokrasi. Administrative Law and Governance Journal,
3(2), 220-231. https://doi.org/10.14710/alj.v3i2.220-231
McKibben, W., & Fernando, R. (2020).
Centre for Applied Macroeconomic Analysis The Global
Macroeconomic Impacts of COVID-19: Seven
Scenarios. Centre for Applied Macroeconomic
Analysis,1–45.
Mahmoud, A.B., Fuxman, L., Mohr, I., Reisel, W.D. and Grigoriou, N. (2021), "“We aren't
your reincarnation!” workplace motivation across X, Y
and Z generations", International
Journal of Manpower, Vol. 42 No. 1, pp. 193-209. https://doi.org/10.1108/IJM-09-2019-0448
Neo, B. S., & Chen, G.(2007).
Dynamic governance: Embedding culture, capabilities and change in Singapore.
Singapore: World Scientific Publishing
Osborne D, Gaebler T. 1992. Reinventing
Government. Reading, MA: AddisonWesley. 405 pp
Perry, J. L.
(1996). Measuring public service motivation: An assessment of construct
reliability and validity. Journal
of Public Administration Research and Theory, 6(1), 5–22. https://doi.org/10.1093/oxfordjournals.jpart.a024303
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19). Jakarta:
Pemerintah Republik Indonesia
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentanf Road Map Reformasi Birokrasi
2020-2024. Jakarta: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi.
Tulgan, B.
(2013). Meet Generation Z: The second generation within the giant
“Millennial” cohort. Rain maker Thinking, available at http://rainmakerthinking.com/assets/uploads/2013/10/Gen-Z-Whitepaper.pdf,
accessed 14.04.2015
Thoha, Miftah. (2015). Ilmu Administrasi
Publik Kontemporer. Jakarta: Prenemedia Group
UNDESA, (19 Mei 2021). Country Data Information.
https://publicadministration.un.org/egovkb/en-us/Data/Country-Information/id/78-Indonesia
Yunianingsih, Tri. (2019). Kajian
Birokrasi. Semarang: Departemen Administrasi Publik Press
Yunaningsih, A., Indah, D., &
Septiawan, F. (2021). Upaya Meningkatkan Kualitas Layanan Publik Melalui
Digitalisasi. Altasia Jurnal Pariwisata Indonesia, 3(1), 9-16. doi:10.37253/altasia.v3i1.4336