MENCARI SOLUSI

Jumat, 08 November 2024

Korban Kejahatan

 Viktimisasi (korban Kejahatan)

Menurut J.E. Sahetapy, viktimisasi adalah penderitaan, baik secara fisik maupun psikis atau mental berkaitan dengan perbuatan pihak lain. Lebih lanjut J.E. Sahetapy berpendapat mengenai paradigma viktimisasi yang meliputi :

a. Viktimisasi politik, dapat dimasukkan aspek penyalahgunaan kekuasaan, perkosaan hak-hak asasi manusia, campur tangan angkatan bersenjata diluar fungsinya, terorisme, intervensi, dan peperangan lokal atau dalam skala internasional;

b. Viktimisasi ekonomi, terutama yang terjadi karena ada kolusi antara pemerintah dan konglomerat, produksi barang-barang tidak bermutu atau yang merusak kesehatan, termasuk aspek lingkungan hidup;

c. Viktimisasi keluarga, seperti perkosaan, penyiksaan, terhadap anak dan istri dan menelantarkan kaum manusia lanjut atau orang tuanya sendiri;

d. Viktimisasi media, dalam hal ini dapat disebut penyalahgunaan obat bius, alkoholisme, malpraktek di bidang kedokteran dan lain-lain;

e. Viktimisasi yuridis, dimensi ini cukup luas, baik yang menyangkut aspek peradilan dan lembaga pemasyarakatan maupun yang menyangkut dimensi diskriminasi perundangundangan, termasuk menerapkan kekuasaan dan stigmastisasi kendatipun sudah diselesaikan aspek peradilannya.

    Viktimologi dengan berbagai macam pandangannya memperluas teoriteori etiologi kriminal yang diperlukan untuk memahami eksistensi kriminalitas sebagai suatu viktimisasi yang struktural maupun nonstruktural secara lebih baik. Selain pandangan-pandangan dalam viktimologi mendorong orang memperhatikan dan melayani setiap pihak yang dapat menjadi korban mental, fisik, dan sosial.

 

Menurut Stephen Schafer, 19 ditinjau dari persfektif tanggung jawab korban itu sendiri mengenal 7 (tujuh) bentuk, yakni sebagai berikut :

a. Unrelated victims adalah mereka yang tidak ada hubungan dengan si pelaku dan menjadi korban karena memang potensial. Untuk itu, dari aspek tanggung jawab sepenuhnya berada dipihak korban;

b. Provocative victims merupakan korban yang disebabkan peranan korban untuk memicu terjadinya kejahatan. Karena itu, dari aspek tanggung jawab terletak pada diri korban dan pelaku secara bersamasama;

c. Participating victims hakikatnya perbuatan korban tidak disadari dapat mendorong pelaku melakukan kejahatan. Misalnya, mengambil uang di Bank dalam jumlah besar yang tanpa pengawalan, kemudian di bungkus dengan tas plastik sehingga mendorong orang untuk merampasnya. Aspek ini pertanggungjawaban sepenuhnya ada pada pelaku;

d. Biologically weak victim adalah kejahatan disebabkan adanya keadaan fisik korban seperti wanita, anak-anak, dan manusia lanjut usia (manula) merupakan potensial korban kejahatan. Ditinjau dari aspek pertanggungjawabannya terletak pada masyarakat atau pemerintah setempat karena tidak dapat memberi perlindungan kepada korban yang tidak berdaya;

e. Social weak victims adalah korban yang tidak diperhatikan oleh masyarakat bersangkutan seperti para gelandangan dengan kedudukan sosial yang lemah. Untuk itu, pertanggungjawabannya secara penuh terletak pada penjahat atau masyarakat;

f. Selfvictimizing victims adalah korban kejahatan yang dilakukan sendiri (korban semu) atau kejahatan tanpa korban. Pertanggung jawabannya sepenuhnya terletak pada korban karena sekaligus sebagai pelaku kejahatan;

g. Political victims adalah korban karena lawan politiknya. Secara sosiologis, korban ini tidak dapat dipertanggungjawabkan kecuali adanya perubahan konstelasi politik.

Sedangkan ditinjau dari Prespektif keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan, maka Ezzat Abdel Fattah,20 menyebutkan beberapa bentuk, yakni sebagai berikut :

a. Nonparticipating victims adalah mereka yang tidak menyangkal/menolak kejahatan dan penjahat tetapi tidak turut berpartisipasi dalam penanggulangan kejahatan;

b. Latent or predisposed victims adalah mereka yang mempunyai karakter tertentu cenderung menjadi korban pelanggaran tertentu;

c. Provocative victims adalah mereka yang menimbulkan kejahatan atau pemicu kejahatan;

d. Participating victims adalah mereka yang tidak menyadari atau memiliki perilaku lain sehingga memudahkan dirinya menjadi korban;

e. False victims adalah mereka yang menjadi korban karena dirinya sendiri;


Selain dari prespektif yang dikemukakan kedua tokoh tersebut, sebagai suatu perbandingan perlu pula dikemukakan beberapa tipologi yang dikemukakan oleh Sellin dan Wolfgang,21 sebagai berikut :

a. Primary victimization, yang dimaksud adalah korban individual. Jadi korbannya adalah orang perorangan (bukan kelompok);

b. Secondary victimization,yang menjadi korban adalah kelompok, misalnya badan hukum;

c. Tertiary victimization, yang menjadi korban adalah masyarakat luas;

d. Mutual victimization,yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri, misalnya pelacuran, perzinahan, dan narkotika;

e. No victimization, yang dimaksud bukan berarti tidak ada korban melainkan korban tidak segera dapat diketahui. Misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakan suatu hasil produksi.

 

 


0 Comments:

Posting Komentar