MENCARI SOLUSI

Minggu, 27 Juni 2021

Pola baru Reformasi Birokrasi - Reinventing Goverment

Pemerintahan baru, pola pemerintahan yang berkembang pada awal tahun 1990 an ini di peolori oleh gabler dengan sebuah terori Reinvenitn goverment dan di implemntasikan oleh pemerintahan Bill Clinton pada perubahan pemerintahan yang ada di USA

bagaimana dengan Indonesia?

peringkat korupsi di Indonesia masih tinggi, berdsarkan data indeks persepsi korupsi yang di release oleh Transparancy International (Lembaga international terpercaya sebagai pemeringkat indesk korupsi) Indonesia memperoleh skor 37 dari 100 dan peringkat 102 dari 108 negara, artinya tingkat korupsi ini masih tinggi di negara ini. padahal upaya menekan korupsi di negara ini terus di gencarkan melalui KPK dan pada setiap lembaga pengawas pada masing-masing isntitusi

permasalahan ini terjadi karena sistem pemerintahan yang tidak dapat mengikuti perkembangan yang ada, sehingga budaya ini susah untuk dihilangkan seara manual, sebagai contoh sebuah layanan pemerintah menjanjikan waktu layanan 3 hari kerja setelah dokumen di terima dengan benar, sementara masyarakat diminta untuk mengisi sendiri layanan tersebut, bagi mereka yang tidak terbiasa pasti dalam pengisian terdapat kesalahan-kesalahan dan waktu 3 hari juga terlalu lama karena akan muncul biaya yang lain karena penyelesaiaan tersebut. artinya tidak ada kepastian apakah permohonan dari masyarakat tersebut sudah benar atau belum sebelum menyerahkan ke pemerintah sebagai penerima layanan.

hal tersebut berakibat dan berimbas pada biaya dan ketidakpastian yang sellau menghantui dalam pelayanan publik. model birokrasi yang terjadi di ndonesia adalah seperti itu sehingga praktek percaloan muncul dengan sendirinya karena kesalahan sistem yang menciptakan hal tersebut terjadi,di lain pihak pemerintah saat ini menekan habis-habisan percaloan yang merugikan masyarakat tetapi kenyataanya adalah sistem pada pemerintahan sendiri yang menyulitkan.

apabila layanan tersebut simple, gampang mudah dan diasistesi permasalahannya, maka prkatek percaloan akan hilang sendiri tanpa ada tekanan untuk menghilangkan percaloan.di dunia perdagangan international pemerintah malah mengikutsertakan legal percaloan yang di istilahkan sebagai PPJK, artinya pemerintah gagal dalam memberikan pelayanan yang mudah, sehingga menyuburkan percaloan legal yang di sebut PPJK, fungsi administratif dan konsultatif teknis tersebut dlimpahkan ke pihak lain.

perubahan pada model layanan pemerintah perlu di terapkan dalam dunia kepabeanan dimana sebagai misi utama bea dan cukai adalah sebgai fasiliator perdagangan international, revenue collector dan pengawasan. perubahan pola pemerintah akan berdampak pada peningkatan effiesinesi, penyerapan sumber penerimaan baru, kepastian pelaku usaha sehingga akan mendorong perkenomian kedepan.


https://www.youtube.com/watch?v=5o5LBCvoRDs


Permasalahan utama yang berkaitan dengan birokrasi yaitu:

-Organisasi

(Organisiasi belum tepat funsgi, ukuran dan model serta terikat pada peraturan yang rigid dan kaku)

- peraturan yang tumpang tindih, inkonsistem, tidak jelas dan multitafsir (saran penggabungan UU kepabean, Cukai, Karantina, Imigrasi dan Perdagangan menjadi satu)

SDM Aparatur

pola SDM masih belum optimal, naik pangkat rutin setiap 4 tahun, penggajian yang masih belum tepat, pengukuran kinerja juga tidak objektif, atasan dan pimpinan masih punya kontrol dan penilaian mutlak pada bawahan sehingga like and dislike sangat terasa pada birokrasi pemerintahan)

- kewenangan yang belum merata dan penyalahgunaan wewewnag, kewenangan harus tepat dan terdesentrasliasi sampai kebawah serta pengawasan dari unit terkait, jangan di bebankan kewenangan tersbeut semua ke pimpinan,masing-masing individu punya kewenangan untuk memutuskan sesuai dengan kompetensinya

- Pelayanan public 

pelayanan publik yang ada masih sangat kaku tidak daapt melihat perkembangannya sehingga perlu adanya R7D pelayanan publik yang dinamis sesuai perkembangan yang ada

- pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (Culture-set)

pola dan budaya birokrat belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang fefektif, efisien dan produktif


prinsip2 reformasi birokrasi

- outcome (peningkatan kualitas kelembagaan, tatalaksana, peraturan perndang-undangan, manajemen SDM aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (cultute set) aparatur

- terukur 

- efisien

- realistik

- konsisten

- sinergi 

- Inovatif

- indpendensi/memberikan ruang gerak yang luas bagai K/L utk melakukan inovasi dalam penyelenggaraan publik

- kepatuhan

- dimonitor


reinventing goverment dan optimalisasi pelayanan

- Teori New Public Management dan New Public Service

Woodrow Wilon (1987) dikotomi konsep antara politik dan administrasi,

Max Weber (1922) pola birokrasi terstruktur, pemisahan fungsi dan tugas

Luther gullick (1937) dengan konsep POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, coordinating, reporting dan budgeting)

Frank J. Goodnow (1900) konsel politics and administration)

Fedrick W. Taylor (1912) konsep Scientific management

Hebert A. Simon (1946) konsep dthe Proverb of Administration

David Osborne dan Ted Gaebler (1992) teori reinventing goverment

dalam bukunya How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector dan Banishing Bureaucracy: The Five Strategies fo Reinventing Goverment


10 Prinsip Reinventing Goverment:

1. Pemerintahan Katalis, pemerintah mengarahkan tidak ikut menggayuh, jadi fungsi pemerintah hanya pada control, mengamati pelaksanaan dan meberikan kebijakan sebagai bagian dari campur tangan pemerintah agar pelaksanaan sistem yang berkembang dapat diarahan melalui peraturan-peraturan, pemerintah hanya sebagai control dan membuat kebijakan berdsarkan survey peelitian pada masyarakat)

ikut campur pemerintah dalam suatu persawstaan tidak akan dapat bersaing dan cendrung tidak fair jika ada bagian pemerintah yang bersaing dengan swasta sehingga di khawatirkan malah nanti akan merugikan pihak pemerintah sendiri


2. Pemerintah milik rayat, memberi wewenang ketimbang melayani


3. PEmerintahan yang kompetitif


4. Pemerintah yang digerkkan oleh misi: mengubah organisasi yang di gerkkan oleh peraturan


5. Pemerintah yang berorientasi hasil, membiayai hasil bukan masukan.

jika pemerintah digerkkan untuk mencapai hasil maka mereka akan obsesif untuk mencapai hal tersebut


6. Pemeritah berorintasi pelanggan

peningkatan layanan dan tingkat kepuasan pelanggan


7. Pemeintah Wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan


8. Pemerintah antisipastif: mencegah dari pada mengobati

contoh biudaya antisipastif adalah misal untuk mengurangi resiko banjir maka sistem drainase diperbaiki, untuk mencegah kebakaran di buat sistem peringatan dini dsb


9. PEmerintah desentralisasi: dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja


10. Pemerintah berorientasi pasar:mendogkrak perubahan melalui pasar



Selasa, 22 Juni 2021

Mandatory SLIM KPU PRIOK

 LINK SURAT KEPUTUSAN LAYANAN SLIM DI KPU PRIOK


{Klik Di Sini}

Minggu, 13 Juni 2021

UUD 1945

Rabu, 02 Juni 2021

Timeline Penelitian

 


Model Penelitian

 


Tabel Generasi

 


PROPSAL PENELITIAN

TRANSFORMASI MODEL KERJA MELALUI DIGITALISASI PELAYANAN PUBLIK TERHADAP MOTIVASI PEGAWAI PASCA PANDEMI COVID-19 PADA SDM GENERASI X, Y, Z KPU BEA DAN CUKAI TANJUNG PRIOK MENUJU REFORMASI BIROKRASI

 

Latar Belakang

Pascakrisis Ekonomi tahun 1998 dan berlanjut pada terjadinya reformasi di Indonesia, desakan yang besar datang dari masyarakat untuk melakukan perubahan pada administrasi publik yang telah gagal membentuk budaya adminisitrasi yang bersih dari KKN (Dwiyanto, A dkk, 2021). Hal ini membuat hampir semua birokrasi di Indonesia mulai melakukan pembenahan dengan mencoba mengevaluasi dan menerapkan kebijakan baru dalam pengelolaan birokrasi.

Penerapan teori-teori manajemen dan admininstrasi publik (Hood, 1991; Osborne, & Gaebler, 1992) terus dikaji untuk mencari formula implikasi yang paling tepat agar dapat memperbaiki birokrasi di Indonesia (Thoha, 2015). Berdasarkan indeks efektifitas pemerintahan yang dikeluarkan World Bank di lihat dari 6 aspek penilaian (Kaufman, Kraay & Mastruzzi, 2010) posisi Indonesia masih jauh tertinggal dan perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan yang kreatif, sistematis dan berkelanjutan.

Sebagai bagian dari pemerintah yang memiliki fungsi strategis dalam pengelolaan keuangan, Kementerian Keuangan terus mengembangkan upaya trasnformasi berkelanjutan di mulai dari tahun 2002 dan secara masih sejak 2007 dengan tiga pilar utama yaitu penataan organisasi, proses bisnis dan sumber daya manusia (Kementerian Keuangan, 2021). Secara nasional maka kementerian keuangan termasuk yang tertinggi dalam pencapaain tersebut selain karena sebagai pioneer, keberhasilan yang dicapai juga karena konsistensi dari pimpinan untuk terus berubah (Taufik, & Warsono, 2020). Kementerian keuangan telah memiliki 87 inisiatif strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi kelembagaan 2014-2025. Tetapi untuk mengejar ketertinggalan global maka diperlukan strategi yang lebih maju dan dinamis dengan berpikir kedepan, berpikir Kembali dan berpikir lintas batas (Neo & Chen, 2007).

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan salah satu unit eselon satu dibawah Kementerian Keuangan. DJBC memiliki visi untuk menjadi organisasi kepabeanan terkemuka di dunia. untuk itu perubahan demi perubahan menuju perbaikan terus dilaksanakan seperti slogan yang terus di budayakan pada instasi yaitu "bea cukai makin baik". untuk mencapai harapan itu segenap daya dan upaya menuju perubahan perbaikan terus dilakukan di semua sektor, perubahan secara bertahap dan terstruktur sudah dilakukan oleh DJBC sebagai bagian dari Kementerian Keuangan, salah satu pengembangan pada sisi SDM dengan perubahan pola pikir dan beradaptasi dengan perubahan melalui pelatihan, pembinaan, perekrutan, perubahan sistem, kesempatan, serta memperhatikan keseimbangan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (Hartati, 2020).

Di penghujung tahun 2019 dunia menghadapi krisis baru yaitu menyebarnya virus covid-19 yang menyebabkan pandemi di semua belahan dunia dan menyebabkan tantangan pada sistem kesehatan dan ekonomi (McKibben & Fernando, 2020). Pandemi ini berdampak pada sistem kesehatan dan pelayanan publik dimana pemerintah menjadi dilema dalam membuat kebijkan. Lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah sangat terlihat pada awal-awal pandemi (Febriani, Bramasta & Noorizqa, 2020). Pada kondisi yang sangat rentan, pola birokrasi masih mengedepankan pola birokrasi yang lambat dimana dalam suasana genting birokrasi masih mempertahankan pola birokrasi Weberian yang masih melihat prosedur hierarkis dan kaku (Yunianingsih, 2019). Pimpinan pada sektor publik masih menuggu langkah-langkah koordinasi dan prosedur karena tidak berani untuk mengambil langkah strategis guna menyelesaikan permasalahan tersebut.

Pascapandemi terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari seperti pola kebiasan baru yaitu mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak. hampir setiap orang mengikuti protocol kesehatan tersebut. Perubahan radikal tampak dalam hal bekerja memberikan efek yang sangat besar. Faktor eksternal yang besar membuat tahap awal perubahan Unfreeze (Burnes & Cook, 2013) dapat berjalan dengan cepat, adanya pemberitaan media dan ancaman besar akan virus baru ini membuat resistensi yang ada dapat dikalahkan (Cronshaw dan McCulloch, 2008). Pada fase selanjutnya adalah Change/movement dan kembali pada refreeze/era new normal dimana pemerintah berupaya untuk menguatkan perubahan agar dapat berjalan dengan baik, dinamis dan stabil (Taufik & Warsono, 2020). 

Dampak perubahan juga sangat terasa pada pelayanan publik dikarenakan pembatasan aktivitas interakasi langsung sesuai PP No. 21 tahun 2020 guna mengurangi penyebaran virus, untuk mengatasi keterbatasan tersebut maka pemanfaatan teknologi digital menjadi semakin meningkat. Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi pergeseran perubahan digitalisasi penyediaan pelayanan publik secara luas. Tantangan-tantangan sosial yang muncul pasca merebaknya pandemi COVID-19 memaksa lembaga-lembaga publik atau institusi pemerintah untuk melakukan akselerasi digital untuk mengoptimalisasi layanan publik (Agostino, Arnaboldi, & Lema, 2021)

Begitu juga dengan model kerja WFH (work from home) yang diharapkan dapat mengurangi interaksi antar pegawai dengan masyarakat. Kementerian Keuangan pun menerapkan konsep WFH ini kedalam FWS (Flexible Working Space) dimana perubahan ini apabila tidak diterapkan dengan tepat malah akan memuncukan konflik pekerjaan dan kehidupan (Driyantini, Pramukaningtiyas, & Agustiani: 2020). Perubahan pola kerja ini mengharuskan pegawai ASN dapat terus melayani publik dengan pemanfaatan digtalisasi sehingga pelayanan publik dapat berjalan dengan baik. Tetapi tidak semua pegawai WFH dapat menjalankan pekerjaan secara efektif karena berbagai macam hambatan seperti suasana rumah dan kantor jauh berbeda, sarana prasarana rumah yang kurang memadai, gangguan dari penghuni rumah tangga sehingga sulit fokus pada pekerjaan. Pola kerja baru ini akan berdampak pada motivasi pegawai pada pelayanan publik dalam merespon perubahan besar yaitu digitalisasi pelayanan publik dan model kerja WFH/WFO.

Perumusan Permasalahan (Statement of Problem)

Perubahan pola kerja menjadi digitalisasi dan penerapan WFH/WFO telah mereformasi aspek kehidupan termasuk dalam pelayanan publik. Pada dunia kerja birokrasi terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam pemanfaatan teknologi e-government. Indeks e-government Indonesia naik drastis dari 0,52 tahun 2018 menjadi 0,66 dan naik peringkat dari 107 tahun 2018 menjadi peringkat 88 dari 193 negara di dunia (UNDESA, 2021). Peningkatan ini menunjukkan bahwa dalam kondisi tertentu, e-government dapat dikembangkan, Batasan-batasan untuk terus meningkatkan indeks performance masih seputar dapur birokrasi itu sendiri. Masalah regulasi, wewenang, bekerja masing-masing dan motivasi yang rendah masih menjadi penghambat perkembangan tersebut.

Peneltian mengenai digitalisasi sudah banyak dilakukan dan besarnya manfaat berupa efektifitas, efisiensi, responsive, akuntabilitas, pencegahah korupsi, transparansi,dan pengambilan keputusan pada pelayanan publik. (Coursey & Noris: 2008; Holzer & Manoharan, 2012; Yunianingsih, Indah & Septiawan, 2021). Beberapa penelitian lain juga membahas penyebab gagalnya e-government dalam memenuhi harapan masyarakat dalam hal struktur organisasi, pola manajemen publik, tekanan dari unsur politik, resistensi birokrasi, regulasi, SDM, perencanan (Dawes, 2008; Moynihan & Lavertu, 2012; Anthopoulos, 2015; Anthopoulos, Reddick, Giannakidou, & Mavridis, 2016; Moyson, Scholten, & Weible, 2017). Perubahan pelayanan digital membatasi interaksi sosial secara langsung sangat efektif dalam mengurangi penyebaran covid-19(Koo et al., 2020).

Digitalisasi dan metode kerja WFH/WFO telah membuat perubahan ruang kerja birokrasi menjadi fleksible dalam network, penyiapan aplikasi yang memadai dan cocok untuk mendukung pekerjaan dengan suasana yang baru terutama dalam masa pandemi ini yaitu digitalisasi dan flexible work. Dampak perubahan juga sangat dirasakan oleh pegawai ASN khususnya Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok. Pada tahun 2020 secara mandatory semua administrasi pelayanan publik beralih ke digital yaitu aplikasi Nadine (aplikasi workoffice internal) dan aplikasi SLIM (Pelayanan terpadu satu pintu). Tetapi perubahan yang terjadi belum pada tahap peyederhanaan birokrasi, sehingga dapat menyesuaikan dengan reformasi birokrasi, maka manajemen ASN juga dapat menerapkan pola new publik management guna merespon perubahan tersebut. Agar keberlangsungan pelayanan publik dapat berjan dengan lancar perlu respon yang cepat dari pemerintah untuk mengubah kebijakan dan menyelaraskan regulasi terkait penyesuaian kondisi pandemi (lumbanraja, 2020).

Penyederhanaan struktur organisasi, penataan tatalaksana dan deregulasi kebijakan perlu dilakukan oleh pimpinan agar dapat dengan cepat merespon perubahan yang terjadi. Sementara penyempurnaan digitalisasi apliasi kerja diperlukan untuk menunjang konsep kerja masa depan. Fleskibilitas ini juga mempengaruhi masing-masing individu berdasarkan teori motivasi dua faKtor Mcgregor yaitu model X dan Y, dimana pegawai dengan model X perlu memperoleh pengawasan exstra dalam kontrol pelaksanaan tugas yang berubah pada saat ini. Perubahan pada pola kerja akan mempengaruhi hasil kerja dan karir pada masing-masing individu (Gibson, 2003). cara kerja WFH/WFO dan digitalisai juga akan mempengaruhi individu dalam motivasi kerja berdasarkan tipe generasi pegawai (Bencsik & Machova, 2016). Pada saat ini SDM ASN terdiri dari 3 generasi, karena generasi baby boomer/kelahiran 1947-1964 sudah memasuki masa pensiun untuk tahun-tahun ini, sehingga saat ini SDM ASN di dominasi oleh 3 generasi yaitu generasi X, Y dan Z. masing-masing kelompok mempunyai cara dan mental kerja berbeda. Menurut (Bencsic, & Machova, 2016) mengelompokkan generasi sebeagai berikut:

Generasi Y dan Z sangat adaptif dengan teknologi tentu tidak mengalami kesulitan dengan pola kerja digital, sedangkan generasi X akan lebih menyesuaiakn pola kerja yang ada. Generasi Y dan Z memiliki kemampuan multi-tasking/mengerjakan tugas dalam waktu yang bersamaan, memiliki pandangan tentang kehidupan Professional dan cenderung memiliki inisiatif kewirausahaan. Generasi Z sangat cocok dalam berkomunikasi secara virtual (Tulgan, 2013). Menurut Bolser & Gosciej (2015) keragaman kondisi ruang kerja dengan beberapa tipe generasi dapat dicairkan dengan keterlibatan semua pegawai melalui mentoring terbalik, dimana masing-masing pegawai saling berbagi mengenai pengalaman dan kemampuan mereka yag akhirnya dapat meningkatkan kinerja organisasi. Generasi Z lebih sensitif terhadap motivasi dibanding generasi X dan Y, tidak seperti generasi Z, generasi X dan Y menganggap regulasi sumber dari pekejaan. Motivasi internal lebih berkontribusi pada generasi Z di banding X dan pelayanan publik dengan beragam tipe generasi sebaikanya dapat mengadopsi model kerja baru yang dapat bertahanan pada saat pandemi covid-19 (Mahmoud, A.B., Fuxman, L., Mohr, I., Reisel, W.D. and Grigoriou, N. 2021).

Perubahan digitalisasi pelayanan publik dan model kerja ASN secara massif tentu akan mempengaruhi motivasi dari ASN itu sendiri. Perubahan motivasi dalam bekerja dan beradaptasi ini akan berdampak pada kinerja pegawai dan efektifitas organisasi (Perry dan Wise, 1990; Perry, 1996; Cerase & Farinella, 2009; Kim & Vandenabeele 2010; Leisink & Steijn, 2009; Naff & Crum, 1999). Maka dari itu peneltian terkait dengan pola kerja baru pelayanan publik bagi aparatur sipil negara dan motivasi dari ASN tersebut dalam merespon pola perubahan masih perlu terus untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan road map birokrasi yang telah ditetapkan dengan melihat pada momentum perubahan yang ada.

Dari beberapa penelitian sebelumnya yang lebih banyak membahas mengenai perubahan ke arah digitalisasi dan konsep bekerja, maka penelitian ini akan melihat motivasi ASN pada KPU Bea dan Cukai dalam menghadapi perubahan yang massif dalam model kerja dan digitaliasi pelayanan publik berdasarkan dari tipe generasi yang ada. Dalam hal ini kantor pelayanan utama bea dan cukai memiliki kekhususan sendiri di banding kantor pelayanan bea dan cukai yang lain karena dilihat dari volume pekerjaan dan tingkat kesibukannya yang sangat tinggi. Apalagi kantor pelayanan ini merupakan indikator dari proses kepabeanan di Indonesia secara keseluruhan dimana hampir 60-70% kegiatan kepabeanan Indonesia di selesaikan di kantor pelayanan utama ini.

Pertanyaan/Tujuan Penelitian

Situasi pascapandemi berlanjut pada pola kebiasan new normal, dimana pembatasan interaksi manusia secara langsung membuat perubahan secara radikal dalam konsep bekerja. Tetapi pada masa sekarang ini seharusnya hal tersebut tidak berdampak signifikan karena teknologi sudah cukup berkembang untuk menunjang adaptasi new normal tersebut. Begitu juga pola pelayanan publik dimana pemerintah harus mengupayakan perubahan-perubahan ini dapat berjalan dengan baik. Selain kesiapan infrastruktur secara massif tentu pelaksana dari digitalisasi pelayanan publik adalah kunci berhasilnya peralihan model kerja ini.

Birokrat harus dengan sesegera mungkin menyesuaikan pola pelayanan degan konsep digitalisasi dan model kerja WFH/WFO. Dalam penelitian ini membahas bagaimana ASN dapat mengelola motivasi kerja agar dapat menyesuaikan kondisi yang ada. Saat ini ASN aktif terdiri dari 3 generasi X, Y, dan Z dimana masing-masing generasi akan beradaptasi terhadap pola perubahan tersebut sehingga model kerja seperti apa yang cocok untuk masing-masing generasi pada masa pandemi ini?

Perubahan ini tentu akan mendorong perubahan reformasi birokrasi yang sudah di canankan pemerintah, bagaimana proses perubahan ini diselaraskan dengan reformasi birokrasi? Kondisi bekerja di luar kantor / rumah berimbas pada suasana kerja yang di hadapi oleh aparatur sipil negara, bagaimana kondisi ini terhadap pegawai dengan semangat rendah kerja model X baik dalam pengawasan maupun motivasi bekerja tersebut?


Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut peneliti juga mencoba mengidentifikasi model kerja yang baru yang cocok yang perlu dikembangkan dalam proses perubahan ini yaitu model game online yang sudah dikenal dekat oleh generasi Y dan Z, implementasi model game online ini akan diterapkan pada model kerja digitalisasi dan WFO/WFH dimana masing-masing pegawai mempunyai user dan menjalankan permainan secara online tapi yang dilakukan dalam permainan tersebut adalah pekerjaan, dengan pengukuran kinerja, pemberian insentif, menciptakan tantangan untuk memacu pegawai meningkatkan produktifitasnya.

Kelogisan (Rationale)

Model Penelitian

 


        Penerapan perubahan sistem kerja dan model kerja birokrasi akan memberian efek yang baik bagi pertumbuhan organisasi apabila system dan model kerja tersebut tepat. Degan akuntabilitas, motivasi SDM, pembentukan struktur organisasi yang lebih efektif dan model baru pelayanan publik akan mendukung peningkatan efektifitas pemerintah yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahtraan masyarakat. Model yang ada disesuaikan dengan pola perubahan sesuai Permanpan RB No.25 tahun 2020 tentang road map reformasi birokrasi 2020-2024 dimana penerapan kebijakan berfokus pada implikasi langsung di lapangan.

Penerapan reformasi digital secara komprehensif pada pelayanan publik perlu diikuti dengan system dan model pelaksana pelayanan itu sendiri yaitu SDM birokrat yang kompeten, untuk dapat menyesuaikan perubahan maka model kerja birokrasi perlu di ubah dan dikembangkan lagi. Peneltian ini mencari hubungan antara proses digitalisasi dan model kerja pascapandemi dengan motivasi pegawai di lingkungan KPU BC Tanjung Priok berdasarkan tipe generasi. Guna pelaksanaan model dan implemntasi baru, maka manajemen perubahan perlu dipersiapkan. Proses deregulasi kebijakan dapat disesuaikan dengan kebijakan dari leadership untuk dapat memaksimalkan pelimpahan wewenang guna mendukung simplikasi dari pelaksanaan pelayanan.

Untuk mencapai cara baru yang lebih efektif dan daapt memberikan motivasi pegawai terutama pelaksana lapangan, maka perlu ada upaya down to up. Jika selama ini pimpinan atau senioritas dalam berkerja menjadi hambatan seseorang, maka dengan perubahan pola tertentu dapat memberikan suasana baru di tengah kemonotanan pekerjaan. Secara teoritis hal ini akan memberikan pengembangan dan pembuktian pada teori-teori yang sudah ada, secara praktis dapat dijadikan acuan bagi manajemen SDM dan pimpinan untuk dapat menjalankan pola kerja efektif dalam new normal.

Metode dan Desain

Penelitian menggunakan metode kombinasi/mix methode. Pada tahap awal peneliti mengumpulakan data melalui study literatur, melakukan maping pada pola kebijakan yang sedang berjalan (Dunn, 2018), lalu mencari faktor determinan dalam proses perubahan setelah masa pandemi dengan menggunakan teknik kualitatif explorative dan pengumpulan data melalui wawancara kepada subjek-subjek tertentu penelitian, hal ini dapat memperkuat penelitian penulis karena keterbatasan studi literatur sebelummnya terkait dengan fenomena kerja birokrasi setelah memasuki masa new normal, setelah data penelitian terkumpul maka dilanjutkan dengan metode kuantitiatif dengan menguji variable-variabel yang telah dikumpulkan melalui survey/quisionaire. Teknik Analisa data menggunakan Analisa SEM (structural Equitation Modeling)

Pengumpulan data di peroleh dari 2 Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yaitu KPU Bea Cukai Tanjung Priok dan KPU Bea dan Cukai Soekarno Hatta, 2 kantor pelayanan utama ini merupakan bagian penting dari DJBC karena merupakan etalase perdangagan keluar masuknya barang dari dan ke Indonesia sehigga kedua kantor pelayanan utama ini menjadi sangat penting dalam peneltian ini. Pengumpulan data menggunakan data primer baik dari wawancara (kualitatif) yang kemudian dilanjutkan dengan survey/quisionaier pada pegawai kantor pelayanan utama bea dan cukai tanjung priok dan KPU Soekarno hatta dengan Teknik pengambilan data populasi.

Timeline Penelitian

Signifikansi/Manfaat

Secara teoritis penelitian ini mengmbangkan teori-teori yang sudah ada dan menemukan gabungan pola teori guna mencari solusi untuk perubahan kondisi saat ini.

secara praktis, penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi manajemen birokrasi agar dapat menyesuaikan dan memaksimalkan perubahan dengan memanfaatkan semaksimal mungkin sumber daya yang dimiliki. penelitan ini akan berguna untuk mencapai tahapan kematangan dalam e govemence dan pelayanan publik di KPU Bea dan Cukai. Serta dapat merencanakan model perubahan yang saling berkaitan sehingga dapat dipersiapkan dari awal mulai dari pembentukan model aplikasi baru sampai dengan pelimpahan wewewnang.

Kesimpulan dan Saran

Penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi dalam konsep teori-teori yang sudah ada dan berkembang sesuai dengan masa dan kondisi yang terjadi.

Secara praktis manfaat penelitian ini berkontribusi pada transformasi khususnya di kantor pelayanan utama bea dan cukai

Daftar Pustaka

Agostino, Deborah & Arnaboldi, Michela & Diaz Lema, Melisa. (2020). New development: COVID-19 as an accelerator of digital transformation in public service delivery. Public Money & Management. 41. 1-4. 10.1080/09540962.2020.1764206.

Anderson, J. A. (2003). Publik Policy Making: An Introduction. New York: Houghton Mifflin Company

Anthopoulos, Leonidas. (2015). E-Government as an Innovative Product: Theories and Case Study. 10.1201/b18321-8

Anthopoulos, Leonidas & Reddick, Christopher & Giannakidou, Irene & Mavridis, Nikolaos. (2015). Why e-government projects fail? An analysis of the Healthcare.gov website. Government Information Quarterly. 33. 10.1016/j.giq.2015.07.003

Bencsik, A., & Machova, R. (2016). Knowledge Sharing Problems from the Viewpoint of Intergeneration Management. In ICMLG2016 - 4th International Conference on Management, Leadership and Governance: ICMLG2016 (p. 42). Academic Conferences and publishing limited

Bolser, K., Gosciej, R. (2015). Millennials:Multi-Generational Leaders Staying Connected. Journal of PracticalConsulting, Vol. 5 (Iss. 2, Winter), pp.1-9

Burnes, Bernard & Cooke, Bill. (2013). Kurt Lewin's Field Theory: A Review and Re-evaluation. International Journal of Management Reviews. 15. 10.1111/j.1468-2370.2012.00348. x

Cerase, F. P., & Farinella, D. (2009). Public Service Motivation: How Does it Relate to Management Reforms and Changes in the Working Situation of Public Organizations? A Case Study of the Italian Revenue Agency. Public Policy and Administration24(3), 281–308. https://doi.org/10.1177/0952076709103812

Coursey, David & Norris, Donald. (2008). Models of EGovernment: Are They Correct? An Empirical Assessment. Public Administration Review. 68. 523 - 536. 10.1111/j.1540-6210.2008.00888. x

Cronshaw, Steven & McCulloch, A.N.A.. (2008). Reinstating the Lewinian vision: From force field analysis to organization field assessment. Organization Development Journal. 26. 89-103

Dawes, S. (2008). The Evolution and Continuing Challenges of E-Governance. Public Administration Review, 68, S86-S102. Retrieved May 27, 2021, from http://www.jstor.org/stable/25145732

Dunn, W. (2018). Publik Policy Analysis: An Integrated Approach. New York: Routledge.

Driyantini, Erni & Pramukaningtiyas, Hanisa & Agustiani, Yeni. (2020). FLEXIBLE WORKING SPACE, BUDAYA KERJA BARU UNTUK TINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA ORGANISASI. Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi. 17. 206-220. 10.31113/jia.v17i2.584.

Dwiyanto, Agus., dkk (2021). Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah mada University Press

Febriani, Dyah & Bramasta, Valeryan & Noorizqa, Vanissa. (2020). EVALUATION OF GOVERNMENT POLICY READINESS IN THE MANAGEMENT OF THE COVID-19 PANDEMY VIEWED FROM THE IMPLEMENTATION OF DYNAMIC GOVERNANCE.

Gibson, Donald. (2003). Developing the Professional Self-Concept: Role Model Construals in Early, Middle, and Late Career Stages. Organization Science - ORGAN SCI. 14. 591-610. 10.1287/orsc.14.5.591.16767.

Hartati, I. (2020). STRATEGI PEMBANGUNAN SDM KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ERA DISRUPSI 4.0. Jurnal BPPK: Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan, 13(1), 109-129. https://doi.org/https://doi.org/10.48108/jurnalbppk.v13i1.493

Holzer, Marc & Manoharan, Aroon. (2012). E-Governance and Civic Engagement: Factors and Determinants of E-Democracy. 10.4018/978-1-61350-083-5.

HOOD, C. (1991). A PUBLIC MANAGEMENT FOR ALL SEASONS? Public Administration, 69(1), 3–19. https://doi.org/10.1111/j.1467-9299.1991.tb00779.x

Kaufmann, D., Kraay, A., & Mastruzzi, M. (2010). The Worldwide Governance Indicators: Methodology and Analytical Issues. World Bank Policy Working Paper No. 5430.

Kementerian Keuangan, (20 Mei 2021). Profil Reformasi Birokrasi. https://www.kemenkeu.go.id/transformasi-kelembagaan/profil-reformasi-birokrasi.

Kim, S., & Vandenabeele, W. (2010). A Strategy for Building Public Service Motivation Research Internationally. Public Administration Review, 70(5), 701-709. Retrieved May 28, 2021, from http://www.jstor.org/stable/40802367

Koo, Joel & Cook, Alex & Park, Minah & Sun, Yinxiaohe & Sun, Haoyang & Lim, Jue & Tam, Clarence & Dickens, Borame. (2020). Interventions to mitigate early spread of SARS-CoV-2 in Singapore: a modelling study. The Lancet Infectious Diseases. 20. 10.1016/S1473-3099(20)30162-6.

Leisink, P., & Steijn, B. (2009). Public service motivation and job performance of public sector employees in the Netherlands. International Review of Administrative Sciences, 75(1), 35–52. https://doi.org/10.1177/0020852308099505

Lumbanraja, D., A. (2020). Urgensi Transformasi Pelayanan Publik melalui E-Government Pada New Normal dan Reformasi Regulasi Birokrasi. Administrative Law and Governance Journal, 3(2), 220-231. https://doi.org/10.14710/alj.v3i2.220-231

McKibben, W., & Fernando, R. (2020). Centre for Applied Macroeconomic Analysis The Global

Macroeconomic Impacts of COVID-19: Seven Scenarios. Centre for Applied Macroeconomic

Analysis,1–45.

Mahmoud, A.B.Fuxman, L.Mohr, I.Reisel, W.D. and Grigoriou, N. (2021), "“We aren't your reincarnation!” workplace motivation across X, Y and Z generations", International Journal of Manpower, Vol. 42 No. 1, pp. 193-209. https://doi.org/10.1108/IJM-09-2019-0448

Moyson, Stéphane & Scholten, Peter & Weible, Christopher. (2017). Policy learning and policy change: Theorizing their relations from different perspectives. Policy and Society. 36. 161-177. 10.1080/14494035.2017.1331879

Naff, Katherine & Crum, John. (1999). Working for America: Does Public Service Motivation Make a Difference? Review of Public Personnel Administration - REV PUBLIC PERS ADM. 19. 5-16. 10.1177/0734371X9901900402

Neo, B. S., & Chen, G.(2007). Dynamic governance: Embedding culture, capabilities and change in Singapore. Singapore: World Scientific Publishing

Osborne D, Gaebler T. 1992. Reinventing Government. Reading, MA: AddisonWesley. 405 pp

Perry, J., & Wise, L. (1990). The Motivational Bases of Public Service. Public Administration Review, 50(3), 367-373. doi:10.2307/976618

Perry, J. L. (1996). Measuring public service motivation: An assessment of construct reliability and validity. Journal of Public Administration Research and Theory, 6(1), 5–22. https://doi.org/10.1093/oxfordjournals.jpart.a024303

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia

Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentanf Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024. Jakarta: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Septiawan, Bambang & Masrunik, Endah. (2020). Motivation of Generation Z at Work. Jurnal Studi Manajemen dan Bisnis. 7. 74-82. 10.21107/jsmb.v7i2.9044

Tulgan, B. (2013). Meet Generation Z: The second generation within the giant “Millennial” cohort. Rain maker Thinking, available at http://rainmakerthinking.com/assets/uploads/2013/10/Gen-Z-Whitepaper.pdf, accessed 14.04.2015

Taufik, T., & Warsono, H. (2020). BIROKRASI BARU UNTUK NEW NORMAL: TINJAUAN MODEL PERUBAHAN BIROKRASI DALAM PELAYANAN PUBLIK DI ERA COVID-19. Dialogue: Jurnal Ilmu Administrasi Publik, 2(1),1-18 https://doi.org/10.14710/dialogue.v2i1.8182

Thoha, Miftah. (2015). Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Prenemedia Group

UNDESA, (19 Mei 2021). Country Data Information. https://publicadministration.un.org/egovkb/en-us/Data/Country-Information/id/78-Indonesia

Yunianingsih, Tri. (2019). Kajian Birokrasi. Semarang: Departemen Administrasi Publik Press

Yunaningsih, A., Indah, D., & Septiawan, F. (2021). Upaya Meningkatkan Kualitas Layanan Publik Melalui Digitalisasi. Altasia Jurnal Pariwisata Indonesia, 3(1), 9-16. doi:10.37253/altasia.v3i1.4336