MENCARI SOLUSI

Sabtu, 05 Februari 2022

Hukum Adat

BAB I

adat diambil dari bahasa arab yang artinya kebiasaan, kata ini di populerkan oleh ahli belanda dengan istilah "adatrecht"di pelajari oleh ahli sastra ketimuran Belanda bernama "Snouck Hurgonje".

adat adalah resapan kesusilaan, suatu pola yang mengambil dasar kekeluargaan dan menjadi kaidah-kaidah yang telah mendapat pengakuan oleh masyarakat tersebut. adat adalah hukum tidak tertulis dan tidak terkodefikasi. contoh hormat pada orang tua, atau kegiatan gotong royong

beda Timur dan Barat pada kepercayaan atau adat yang mendasari perbedaan budaya tersebut.

Menurut Ter Haar, adat tidak dapat dikategorikan hukum, kecuali apabila sudah diputuskan oleh kepala, tetua, hakim dalam rapat adat dan pelaksanaanya berlaku serta merta dan ditaati dengan sepenuh hati. putusan ini juga dapat dipaksakan melalui badan adat agar ditaati warga.

(Teori Beslissingenleer/ Teori Keputusan) adat menjadi hukum apabila telah di putuskan oleh pemilik otoritas.

(Koentjaningrat,1996) perbedaan antara adat istiadat, norma dan hukum. 

adat merupakan sistem nilai budaya, pandangan hidup dan ideologi. hal ini berada dalam ranah emosional yang terbentuk dari ribuan hari yang telah dilalui secara incremntal, sehingga tercipta konsep budaya dan nilau dalam masyarakat. 

Norma merupakan rangkuman nilai dan budaya yang telah mengkerucut menjadu aturan yang jelas, khusus, rinci dan tegas. begitu juga dengan akibat dari pelanggaran norma maka sanksinya pun sudah jelas.

Hukum merupakan peraturan yang tertulis dan jelas mengandung aturan dan sanksi.

secara umum ada 2 hal di dalam hukum:

1. Hukum tidak tertulis (common law)-ANGLO SAXON, merupakan hukum yang berisi norma, situasi kondisi, pendapat ahli, Yurisprudensi, penilaiaan multibidang. dalam hukum inggris dan amerika posisi common law memiliki kedudukan yang tinggi, maka sering kali dalam persidangan adanya juri yang menilai dari berbagai bidang mengenai permasalahn hukum untuk memberi pendapat dan pandangan mengenai suatu kasus

2. Hukum Tertulis (Statue/Civil Law)-CONTINENTAL, merupakan hukum yang sudah rinci dan tertulis dalam peraturan hukum tersebut dan menjadi dsar penetapan hukum.

PEMBENTUKAN HUKUM ADAT

1. Teori Receptio in Compexu, (C.F. Winter dan Salomon Keyzer, Van den Berg), Hukum adat murni berasal seluruhnya dari agama yang dianut.

2. Teori Receptie ( Snouck Hurgonje, Van Vallenhoven), hukum adat murni dari lingkungan alam dan garis turun temurun yang tercipata, bukan merupakan bagian dari agama, adanya agama malah menyesuaikan dengan masyarakat setempat, dalam teori ini hukum adat tercipta lebih dahuku

3. Teori Receptio a Contrario (Hazairin) adat dan agama adalah dua hal berbeda, dimana masing2 memiliki peran, jika lebih kuat diatur dalam agama maka mengikuti aturan agama, tapi jika sifatnya lebih lemah maka dipakai aturan adat

4. Teori Sinkritisme (Otje Salman), modifikasi nilai agama ke dalam adat dengan penonjolan pada faktor mistis, dan membuat suatu tatanan baru yakni sinkritisme

Ciri-Ciri Hukum Adat: Magis Religius (memiliki nilai sakral dan irassional), komunal (rasa kebersamaan), konkret/visual ( perbuatan yang tampak dan dapat dilihat), kontan/tunai. sedangkan menurut Holleman ciri hukum adat adalah traditional, dinamis, terbuka, sederhana dan musyawarah mufakat.

PERBEDAAN SISTEM HUKUM ADAT DARI BARAT

1. Tidak membedakan hukum publik dan privat, jelas bahwa hukum adat tidak memisahkan antara masalah publik atau privat, karena individu adalah bagian dari publik sehingga lebih mengedapnkan kepentingan bersama

2. tidak membedakan hak kebendaan (zakelijke rechten) dan hak perseorangan (Personlijke rechten). dalam adat tidak mengenal milik pribadi karena semua adalah milik bersama yang dipercayakan dan dikelola secara pribadi, jika adat menghendaki kembali maka wajib diserahkan. hal ini juga berhubungan denga subjeknya sendiri jika keluarga yang terkena hukum adat maka semua bagian keluarga wajib menanggung putusan dari adat tersebut

3. tidak membedakan pelanggaran perdata dan pidana, semua putusan dari ketua/otoritas adat dan tidak membedakan jenis hukumtersebut

(Van Vollenhoven) mengelompokkan indonesia menjadi 19 lingkungan hukum adat:

1. Aceh

2.Gayo, Alas, Batak (Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan)

3. Nias

4. Sumatera Selatan

5. Melayu (RIAU)

6. Bangka Belitung

7. Kalimantan (dayak)

8. Minahasa (manado)

9. Gorontalo

10. Tanah Toraja

11. Sulawesi Selatan (bugis, makasar, Bone, Puna, Selayar, Ponre)

12. Kepulauan Ternate

13. Maluku-Ambon

14. Papua

15. Kepulauan Timor (NTT, NTB, Flores)

16. Bali dan Lombok

17. Jawa Tengah/Jawa Timur/Madura

18. Yogyakarta/Solo

19. Jawa Barat/Sunda


PEMBENTUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

Perkembangan adat berdsarkan pertalian garis keturunan / geneologis teridir atas:
- Pertalian darah menurut garid Bapak (Partilineal), contoh batak, Nias, Sumba dan banyak lagi
- Pertalian darah menurut garis Ibu (Matrilineal), contoh: Minagkabau
- Pertalian darah bapak dan Ibu/Campuran (Unilateral), contoh: Jawa, Aceh dan Dayak
 
salah satu ciri atau unsur penamaan dilihat dari faktor geneologisnya adalah penyebutan marga yang turun temurun misal Hutapea pada masyaraka Batak, menurun ke anaknya marga tersebut secara garis keturunan bapak, lalu Chaniago pada masyarakat Minangkabau menurun melalui garis keturunan Ibu. sedangakan uniletral tidak memakai tersebut tetapi dewasa ini nama keluarga akhirnya di pakai juga seperti pada masyarakat memasukkan nama nya pada anaknya misal Yudhoyono menjadi nama keluarga untuk anak dan garis keturunan di bawahnya tetapi hal ini masih hanya pada beberapa generasi saja.
selain faktor Geneologis, seringkali juga faktor teritorail juga melakt pada nama suku daerah atau asal, misal masyarakat bugis, banjar, jawa, sunda ketika mereka merantau maka ciri suku atau adat ini akan tambak dari dialek maupun cara/budaya. bahkwa di masyarakat dunia ini pun juga di akui mengenai faktor teritorial yang akhirnya meberikan ruang ciri seseorang.


EKSISTENSI MASYARAKAT HUKUM ADAT di pertegas dalam :

UUD 1945 Pasal 18 ayat 2 : " Negara mengakui, menghormati, dan mengakui kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang".

Pasal 28 I ayat 3 : "Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban".

BAB II

Nilai agama memiliki pengaruh yang kuat dalam adat, karena telah meresapi kedalam kehidupan, selain agama terdapat faktor lingkugan alam yang telah hidup bersama dengan masyarakat. pola sosial masyarakat maupun kondisi pengalaman yang hidup dan beriteraksi membentuk nilai yang dinamis.

Hindu dan Budha

Agama Hindu dan Budha masuk dan meresapi puncaknya di zaman majapahit. tata kelola pemerintahan majapahit tak lepas dari unsur agama hindu seperti :

- Saptapatti yaitu bdan/lembagapamegat agama Syiwa dan 2 petugas agama budha kandangan Atuha dan Kandangan Rare yang bertugas untuk membahas malasah2 hubungan keagamaan dalam masyarakat.

- Darmajaksa, yaitu badan/lembaga yang mengepalai atau memimpin agama budha dan Syiwa

- Menteri Kratini (maha menteri) yang terdiri atas 3 (tiga) orang yaitu : menteri Hino, Manteri Sirikan dan Manteri Halu, 

- Panca Ring Wilwatikta, yaitu departemen2 yang bekerja sama dengan menteri kratini yang bertugas membahas isu politik

kitab hukum/Adhigama yang telah tersusun atas 19 BAB dan 271 Pasal.berlaku di wilayah Majapahit dan daerah jajahannya, meliputi: Astadusta (mengatur kejahatan pembunuhan). Kawula (mengatur hubungan buruh dan Majikan), Astacorah (mengatur kejahatan pencurian), Walat/anulah sahasa (mengatur ketentuan yang bersifat memaksa), Adol atuku (mengatur perjanjian jual beli), sanda (mengatur pergadaian), Ahuang apihutang (mengatur hutang piutang), Tukon ( mengatur mahar dan perkawinan), kawarangan (mengatur mengenai perkawinan), paradara (mengatur ttg perbuatan mesum), Drewe kaliliran (mengatur tenga Waris), wakparusya (mengatur ttg penghinaan), Dandapasurya (sistem dan prosedur penanganan), Kagelehan (mengatur ttg kelalaian), Atukaran (perkelahian), Bhumi (hukum tanah), Duwilatek (fitnah dan konsukensi hukumnya)

Di bali ada sistem subak, yaitu kesatuan hukum masyarakat di Bali, subjek hukum adalah kelompok keluarga bukan perorangan.

Agama Islam

Islam masuk Nusantara perlahan tapi pasti yaitu sejak abad 9 masehi, pada waktu itu Agama mayoritas adalah Hindu Budha, penyebaran agama islam di bawa oleh pedagang arab dan gujarat menyebar melalui pendekatan sosial cultural. memasukkan unsur agama dalam nilai yang sudah berkembang dalam masyarakat. dan pada Abad ke 15 Islam telah mendominansi Nusantara

Agama Kristen

Datang melalui pedagang barat, masuk dab meresapi bahkan lebih kuat meresapi adat seperti pada hukum perkawinan di ambon dan sulawesi utara.

Masa Kolonial bahkan sampai sekarang hukum adat masih tetap diakui asal masih sejalan dengan hukum yang berlaku resmi dan hukum adat tersebut harus masih tetap hidup, sehingga hukum adat adalah layer 2 bukan hukum utama, fungsinya untuk memperkuat jika sejalan tetapi jika tidak sejalan maka akan memperlemah hukum itu sendiri.

4 kitab hukum yang telah diundangkan dalam staatblad (lembaran negara) tahun 1847 nomor 23, yaitu:

1. Alegemeene Bepalingen van Wetgeving voor Nederlands Indie, yaitu ketentuan2 Umum Perundangan di Hidnia Belanda

2. Burgelijk Wetboek, kitab UU hukum Perdata

3. Wetboek van Koophandel, Kitab UU hukum dagang

4. Reglement op de Rechterlijke en het beleid der justitie, peraturan susuan pengadilan dan kebijakan Justitie


Pengaruh Adat dalam pembentukan hukum terlihat dalam UUD 1945, misal pasal 33 "Perekonomian disusun atas usaha bersama dan asas kekeluargaan",  UU pernikahan UU no.1/1974 disebutkan agama dan tradisi adat, UU pertanahan (5/1960-UU Poko Agraria dan hak tanah adat), UU lingkungan hidup (kearifan lokal dan unsur geografis pengikat nilai adat)

Posisi Masyarakat Hukum Adat dalam Negara kesatuan RI

Masyarakat hukum adat adalah bagian penting yang menyusun RI, masyarakat hukum adat ini sering di sebut dengan suku. berbagai model dikembangkangkan dalam hubungan adat dan negara

1. Model Komunitarian, negara dipahami sebagai komunitas pada nilai2 tertentu yang kolektif dan homogen, sehingga hukum adat dan negara adalah sama karena penyusun hukum negara adalah adat. negara ibarat sebuah keluarga besar yang plural. menyatukan semua perbedaan dalam aturan besar UUD keluarga Republik Indonesia

2. Model Liberal, pluralitas sebagai unsur dan hukum tetap sama homogen dan universal, karena negara terdiri dari berbagai suku bangsa maka setiap warga negara dilihat dalam kebersamaan yang netral. negara memberikan kenyaman hidup tanpa melihat suku, ras, ataupu gender

3. Model Multikultural, mengakui keberagaman / pluralisme, melindungi kelompok2 kultural dan hak2nya, negara bersifat netral 

4. Model Deliberatif, nilai2 adat diambil dalam keputusan2 negara, nilai2 tersebut adlah setara dan dikontekskan secara rasional dalam proses deliberasi bersama untuk mendapatkan nilai yang universal diterima oleh semua masyarakat dan tentu mencapai tujuan negara serta menyesuaikan dengan kepentingan nasional, tentu dalam implementasinya akan sulit tapi hal ini akan meminimalisir reakasi negatif yang terjadi sehingga pemilihan nya pun harus benar-benar mempertimbangkan resiko terkecil yang akan terjadi.

Penelitian Bernard l Tanya pada masyarakat Sabu di NTT, bahwa hukum nasional tidak selalu bahkan sering tidak compatible dengan hukum adat, pada penelitian ini menyebutkan bahwa hukum nasional malah banyak menjadi beban bagi masyarakat hukum adat sabu. hukum nasional cenderung isntan dan penuh politis bukan dari budaya yang mengakar, proses pembuatannya pun terbilang sangat cepat jika di banding nilai hukum adat yang berproses puluhan bahkan ratusan tahun.

keselarasan masyarakat adat dan nasional dengan melibatkan "pecalang" dimana pecalang diikutsertakan dalam penjagaan keamanan, lingkungan dengan melibatkan instiruksi pecalang maka masyarakat bali cenderung menjadi lebih tunduk dengan aturan pemerintah tersebut.


BAB III

(Friendmann,1967) 3 karektristik hukum: Stabilitas, Formal, dan Keteraturan

Contoh Badan hukum menurut adat:

- Persekutuan desa, kampung, nagari, marga dll

- Perkumpulan2 yang memiliki organisasi yang tegas dan rapi seperti: mapalus di minahasa, posintuwa di Sulteng, dan Subak di Bali

- Wakaf dan Yayasan 

Penilaian Cakap/ Dewasa menurut Hukum adat:

1. Dinilai masyarakat sudah dewasa (memahami yang benar dan yang salah)

2. sudah mampu berburu dan mencari makan sendiri

3. mampu memimpin

4. secara fisik sudah dewasa


BAB IV

Keluarga, percampuran dua individu membentuk suatu kesatuan hubungan dalam ikatan perkawinan/keluarga memberikan dampak konsekuensi hukum di dalam masyarakat maupun bernegara. dalam setiap masyarakat adat pola keluarga dan hubungan hukum pun berbeda, misal masyarakat dengan faktor geneologis matrilineal penekanan atas garis keturunan ibu memiliki ciri yang berbeda bahkan bertolak belakang dengan patrilienal. garis keturunan keluarga juga dapat menjadikan suatu kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat misal kamu ningrat atau mereka yang berasal dari keluarga kerajaan atau bangsawan. 

selain itu hukum anak baik yang lahir secara sah atau tidak sah juga ditanggapi berbeda-beda dalam setiap adat masyarakat. misal menurut hukum negara anak yang sah adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah oleh negara, menurut hukum islam anak dikatakan sah apabila dilahirkan paling cepat 6 bulan setelah bapak dan ibu nya mengadakan akad nikah. cara pandang atas anak yang lahir tidak sah pun berbeda-beda walau secara universal bahwa kelahiran anak secara tidak sah adalah di pandang negatif. di Mentawi, Timor, Minahasa dan Ambon, wanita yang melahirkan anak secara tidak sah tetap di anggap sebagai ibu anak yang bersangkutan sama seperti jika dalam perkawinan normal. tetapi di banyak daerah hal ini akan sangat terlarang dan menjadi aib keluarga bahkan sampai pada hukuman adat yang sangat berat.

Ruang Lingkup Hukum keluarga adalah:

1. Perkawinan

2. Keturunan

3. Orang tua

4. Perwalian

5. Pendewasaan

6. Kekanak-kanak (Curatele : lawan dari pendewasaan)

7. Orang hilang

UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa anak yang belum berusia 18 Tahun atau belum menikah, adalah masih anak-anak artinya di bawah pertanggungjawaban orang tua atau wali nya.

pasal 330 ayat 3 KUHPerdata: "Pengawasan anak di bawah umur yang tidak dibawah kekuasaan orang tua".

dalam KUH Perdata perwalian diatur dalam pasal 345: apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal, maka perwalian dipegang oleh orang tua yang hidup terlama atau orang tua yang masih ada

pasal 355: orang tua berhak mengangkat wali atau mewasiatkan perwalian sebelum dia meninggal

Pasal 359 : Penunjukan perwalian anak oleh pengadilan, jika tidak berada dalam kekuasaan orang tua atau perwalian nya

Hukum Waris KUHPerdata(pasal 830 s/d pasal 1130) , pengakuan lain adalah hukum waris pemerintah, hukum adat dan hukum islam. Kewarisan bersifat pluralisme, maka hukum mana yang akan di pakai adalah hukum yang paling dinilai mengikat kelompok tersebut.

Harta Pernikahan menurut asal usul nya:

1. Harta Bawaan (harta yang dimiliki sebelum perikatan pernikahan)

2. Harta Dapetan (harta yang di peroleh dari istri atau hibah atau hak dsb)

3. Harta Bersama (harta yang diperoleh suami istri selama masa perkawinan)

pasal 830 KUHPerdata: Pewarisan berlangsung karena kematian

pasal 833 : sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal

pasal 1100 : “Para ahli waris yang telah bersedia menerima warisan, harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu.”

UU juga mengatur ahli waris yaitu : ahli waris menurut UU dan Ahli waris menurut testamen (wasiat).  menurut UU ahli waris terdiri atas ab intertaaaad dan legitimaris. ab intertaaad adalah ahli waris yang berdasarkan keturunan darah, baik lurus maupun ke samping, sesuai dengan golongan ahli waris sampai derajat ketujuh, sedangkan legitimaris adalah pewaris inrertaaad yang mempunyai jaminan khusus (menerima dari peninggalan/harta waris harus menerima bagian yang telah ditetapkan pada mereka pasal 912)/ Ahli waris tertamen adalah ahli waris berdasarkan wasiat tetapi tidak boleh merugikan ahli waris yang sah. (Pasal 895 s/d 912) 

UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak

PP 54/2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak

(dalam UU atau peraturan sering kali ada klausal bahwa segala peraturan lama yang tidak bertentangan dengan peraturan baru maka di anggap tetap berlaku)


BAB V

Perkawinan menjadi suatu peristiwa sakral dari suatu klan atau keluarga besar berupa penyatuan keluarga. perkawinan pada prinsipnya adalah penyatuan.

eksogami marga : dilarang menikah dengan orang yang semarga atau bermarga sama atau sesama klan

Endogami Marga : menikah harus sesama marga

bentuk perkawinan dalam masyakarat Patrilineal (pembayaran jujur/mas kawin atas perempuan sangat tinggi kedudukannya karena mempengarhi perubahan status perempuan dan akan mengikut pada suami), macam-macam perwakinan tersebut:

a. Perkawinan Mengabdi, yaitu Jujur di tunda lalu suami hidup di rumah mertua bersama istri dan suami bekerja kepada mertua sampai lunas jujurnya.

b. Perkawinan Meneruskan, perkawinan meneruskan dengan saudara perempuan istri (apabila istri meninggal) sehingga jujur tidak perlu lagi karena prinsipnya sudah di selesaikan pada saat pernikahan pertama antar keluarga

c. Perkawinan Mengganti, perwakinan janda dengan saudara laki2 suaminya, pemberian jujur pun tidak ada karena sudah diselesaikan sebelumnya karena masih satu ikatan keluarga

d. perkawinan mengambil anak, maksudnya adalah dari pihak istri mengambil calon suami dimana clan dari mertua yang diteruskan dan calon suami tidak perlu memberikan jujur. akibatnya clan suami  terlepas dan anak keturunan akan mengikuti clan mertua atau pihak istri.

sedangkan untuk perkawinan matrilineal di beberapa masyarakt indonsia seperti minangkabau disebut dengan perkawinan semendo, dalam perkawinan matilineal istri tidak lepas dari famili atau clannya, disini pihak laki-laki tidak memberikan jujur tetapi wanitalah yang membeli jujur tersebut dari pihak laki2. jenis-jenis perkawinan matrilineal yaitu:

a. Semendo rajo-rajo, suami istri berkedudukan seimbang

b. semendo bebas, suami menetap pada kerabat orang tuanya

c. semendo mentap, suami mengikuti tempat kediaman istri

d. semendo nunggu, suami istrim berkediaman di temapt kerabat istri selama menunggu adik istri mandiri

e. semendo nangkit, suami mengambil istri untuk dijadikan penerus keturunan pihak suami karena ibunya tidak mempunyai anak perempuan

f. semendo anak gadang, suami tidak menetap di tempat istri melainkan datang sewaktu-waktu lalu pergi

g. Semendo bertandang, suami tidak bertempat tinggal yang sama

h. semendo ambil anak, mengambil anak laki2 sebagai menantu untuk menjadi ahli waris mertunaya

i. semendo beradat,artinya pihak pria membayar uang adat kepada kerabat wanita menurut martabat adatnya

j. semendo tidak beradat, pihak pria tidak membayar adat karena semua biaya perkawinan di tanggung pihak wanita


Perkawinan Lari, yaitu perkawinan yang tidak tunduk pada hukum adat nya sehingga akan terkena konsekuensinya masing tergantung adatnya. penyebab terjadinya kawin lari dikarenakan:

- syarat2 pembayaran dari upacara perkawinan tidak dapat dipenuhi

- tidak disetujui orang tua

- bertindak melawan hukum adat

Hukum adat juga mengatur tradisi dalam sistem perkawinan masyarakat tetapi karena sifatnya yang terus berkembang, tradisi ini pun terus berubah menyesuaikan perkembangan di dalam masyarakat. ada banyak sekali tradisi adat ini dalam setiap daerah yang terus berkembang.

3 Macam Sistem Perkawinan:

1. Sistem Endogami, pekawinan yang hanya diperbolehkan dari sukusendiri, seagama, sedesa dan lapisan masyarakat yang sama. contoh pada masyarakat Ngadhu-bhaga di Flores, NTT berlaku ketentuan dimana laki-laki dari kalangan bangsawan boleh menikah dengan yang bukan dari kalangan bangsawan tetapi untuk gadis bangsawan dilarang menikah. tapi anak dari laki2 yang menikah dengan gadis yang bukan bangsawan tidak masuk lagi kedalam kedudukan sosial, melainkan mengikuti status sosial ibunya.

2. Sistem Eksogami,perkawinan yang dilakukan dengan orang di luar suku keluarganya atau di luar clan marganya. ada berbagai macam juga jenis eksogami ini, misal membatasai pada yang 1 marga tapi bisa tetap dalam 1 clan induk ataupub yang benar-benar berbeda suku tapi tentu du luar pandangan adat

3. Sistem Eleutrogami, sistem perkawinan yang tidak mengenal larangan atau keharusan.

Larangan Perkawinan 

Menurut adat : hubungan kekeluargaan yang sangat dekat dan karena perbedaan kedudukan

Menurut Kaidah Agama : Kesamaan akidah/kepercayaan, pertalian darah, pertalian perkawinan (mertua dan menantu), pertalian sepersusuan

Harta Perkawinan

Menurut Pasarl 35 UU No.1/1974 : "Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah pengawasan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain".

BAB VI

Hukum Waris

Menurut Ter Haar: (hukum waris) adalah aturan-aturan hukum mengenai cara bagaimana penerusan dan peralihan harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud dari generasi sebelumnya kepada keturunannya.

Menurut Soepomo:  (hukum waris) adalah peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan, serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak verwujud benda dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya

Ada 4 unsur pokok hukum waris yaitu pewaris, harta waris (materil maupun immateril), ahli waris dan tatacara pengoperan/penerusan yang berlaku

 Asas-asa Hukum Waris:

1. Asas Ketuhanan dan Pengendalian Diri

2. Asas Kesamaan Hak dan Kebersamaan Hak

3. Asas Kerukunan Keluarga (musyawarah mufakat dan keadilan parimirma/welas asih)

Bentuk perkawinan berpengaruh dalam proses waris menurut hukum adat

1. Bentuk Perkawinan Jujur, seorang istri sudah terlepas dari keluarganya jika pada saat pelamaran calon suami sudah memberikan jujur/mas kawin/persyaratan adat. maka istri sudah terlepas dan tidak memperoleh lagi warisan atas keluarganya

2. Bentuk Perkawinan Jasa/Karya, jika calon suami tidak dapat memberikan jujur maka suami tidak dapat menarik sosial istri dari keluarganya dan suami harus bekerja dahulu di keluarga istri sebagai ganti pembayaran uang jujur (mirip kisah nabi musa)

3. Bentuk Perkawinan Semendo Ambil Anak, pada perkawinan ini pihak keluarga istri yang meminta calon suami masuk ke clannya dan garis keturunan suami serta anak-anaknya akan mengikuti garis keturunan dari mertua, daka bentuk perkawiann ini keluarga istrilah yang memberikan jujur dan warisan keluarga istri akan tetap terus mengalir ke anak laki2 menantunya.

Sistem Pewarisan

1. Sistem Individual, masing2 ahli waris menerima pembagian secara merata

2. Sistem Kolektif, Warisan di wariskan secara keseluruhan kepada ahli waris tidak terbagi2 kepemilikannya (misal rumah orang tua yang tidak di jual tapi boleh di pakai bersama2 tidak langsung pembagian karena warisan utuh dan tidak boleh di bagi)

3. Sistem Mayorat, adalah sistem pewarisan kolektif tetapi diberikan kepada anak tertua yang bertanggungjawab sebagai pemimpin atau kepala keluarga, masa ini akan diserahkan kembali kepada keluarga jika adik-adiknya sudah dapat hidup secara mandiri.


BAB VII

Hukum Tanah Adat

UU Pertanahan Agraria menyebutkan tanah adat dengan stilah ULAYAT (kata berasal dari daerah Minangkabau). Ciri-ciri pokok tanah adat adalah:

- Hanya persekutuan hukum dan warganya yang berhak atas tanah adat

- orang luar hanya boleh mempergunakan tanah dengan izin penguasa persekutuan

- warga persekutuan hukum boleh mengambil manfaat dari tanah adat hanya untuk keperluan keluarga/kerabat

- hak purba/tanah adat tidak dapat dilepaskan, dipindah tangankan, diasingkan untuk selamanya

- hak purba juga meliputi tanah garap yang sudah diliputi hak perorangan

Objek tanah adat : tanah, perairan, tumbuhan dan hewan

UUPA No. 5/1960 pasal 3 :"Hak Ulayat dan hak-hak masyarakat hukum adat yang serupa itu, sepanjang menurut kenyataanya masih ada dan sesuai dengan kepentingan masyarakat dan negarayang berdasar persatuan bangsa, serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan Peraturan yang lebih tinggi, masih diakui".

Macam2 Hak Tanah Adat:

1. Hak Bersama adalah hak persekutuan masyarakat adat untuk bersama-sama membuka tanah, perairan di wilayah persekutuan yang bersangkutan. tanah adat diperuntukkan bagi anggota persekutuan untuk kesejahteraan anggota. orang di luar persekutuaan dapat memperoleh manfaat dari tanah adat dengan seizin anggota da persekutuan. orang diluar persekutuan hanya hanya dapat memanfaatkan tanah dalam kurun waktu terbatas biasanya satu kali panen. hak tanah adat paling kuat berada dalam persekutuan adat, anggota inti dusun dan masyarakat yang telah menguasai secara perorangan.


2. Hak Perserta/Hak Perorangan adakah hak yang muncuk dari usaha perseorangan ketika menduduku tanah adat, lalu di bagi-bagi kepada anggota yang mendiami dan mengusahakan tanah adat, kemudian tanah ini menjadi pekarangan dan ladang usahanya. apabila tanah tersebut terus di tempati dan terus dikelola maka kekuatan hak perorangan atas tanah akan semakin besar dan apabila tanah tersebut di telantarka maka hak adat akan semakin kuat dari tanah tersebut. 

setiap warga persekutuan mempunyai hak utk membuka tanah dan menggarap tanah secara terus menerus; mengumpulkan hasil2 hutan seperti rotan, kayu dsb; mengambil hasil dari pohon yang tumbuh liar; berburu binatang liar di wilayahnya; mengambil hak tambang; mengusahakan kolam ikan dll. seorang anggota persekutuan yang mengusahakan tanaman atau usaha pada tanah pekarangannya memiliki hak penuh atas hasil usahanya seperti pohon yang dia tanam maka pohon tersebut adalah hak penuh perorangan.

macam2 hak perorangan:

1. Hak utama, adalah hak yang didahulukan pada perseorangan atas tanah tersebut. misal : telah mendapat pembagian tanah sesuai kesepakatan atau persetujuan kepala adat, maka atas tanah yang dibagi tersebut dialah yang paling berhak atas bagiannya ataupun hak tanah yang pernah anggota tersebut tinggalkan maka apabila telah tumbuh semak belukar orang pertama yang megelolanya adalah yang paling utama untuk mengusahakan tanah itu kembali

2. hak milik/hak yasan, adalah diperoleh dari kegiatan pengusahaan, misal membuka ladang, mengelola secara terus menerus, warisan keluarga, pembelian atau penukaran

3. Hak Pakai, menggunakan tanah untuk sementara dan menikmati hasilnya lalu di tinggalkan.

4. Hak menggarap dan Menikmati Hasil, mirip seperti hak pakai tapi jangka waktunya lebih panjang . dapat di serahkan ke orang diluar persekutuan tetapi jika orang didalam persekutuan yang mengelolanya maka dapat menjadi hak milik jika dilakukan secara terus menerus.

5. Hak keuntungan Jabatan/Hak Imbalan Jabatan, adalah hak karena dia menduduki jabatan tertentu sehingga berhak atas sebidang tanah, dia dapat menyewakan, atau sejenisnya tapi tidak boleh menjual, dan apabila sudah ganti jabatan maka hak tanah jabatan pun terlepas dan diserahkan ke pejabat baru.

6. Hak Wewenang Beli, hak prioritas bagi pembeli tanah yang diberikan kepada pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah, kerabat pemilik tanah, warga desa setempat, orang2 yang ikut membuka taah

Hak benda yang Bukan Tanah

Hukum adat menganut asas pemisahan horisontal, maksudnya bahwa hak milik tanah di pisahkan dari hak milik benda-benda diatasnya, berbeda dengan hukum perdata barat yang menganut asas Accessie diana pemilikan tanah berarti sekaligus dengan segala sesuatu yang berada datasnya

Hak atas Rumah/bangunan dan hak milik atas tanaman di pisahkan dari hak milik atas tanah adat

Transaksi Tanah Adat

1. Jual Lepas, pemindahan tanah adat secara tunai dan jelas

2. Jual Gadai, 



peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan, serta mengoperkan harta benda yang 


Buku HKUM-4204

Simbolon, Marhaeni Ria

JM Henry Wiludjeng

UT, 2021

0 Comments:

Posting Komentar