Selasa, 04 Januari 2022
Bea Cukai dari Masa ke Masa
Bea dan Cukai dari masa ke masa
Masa Kerajaan (Pra Kolonial)
Mobilitas antar negara tentu akan melewati suatu teritorial yang dikuasai oleh negara atau bangsa, arus perdagangan barang pun sama pasti akan melewati teritorial negara/daerah yang dikuasai oleh entitas penguasa. Penguasa memiliki kepentingan terhadap barang yang lalu lintas pada wilayahnya baik itu ongkos lewat apalagi kalau barang tersebut akan diperdagangkan di wilayahnya. Dari Zaman kerajaan sriwijaya arus lalu lintas perdagangan pun juga sudah ada di Indonesia, pergerakan manusia membawa sumber daya alam dari suatu tempat ke tempat yang lain akan melintasi beberapa teritorial dan penguasa pun akan mengambil keuntungan dari arus lalu lintas tersebut. Kata Bea sendiri berasal dari bahasa sansekerta yang berarti “Ongkos/Biaya” dan cukai berasal dari bahasa india.
Pada masa perdagangan utara pulau jawa, para penguasa lokal juga sudah mengenakan pungutan terhadap pedagang-pedagang asing yang singgah di utara pulau jawa, dilanjutkan pada masa kerajaan Islam yang berkembang pada abad ke-15 yang dikenal dengan jabatan syahbandar dan bendahara pemungut bea atas barang-barang yang diperdagangkan.
Masa Hindia Belanda
Sebelum Negara Belanda yang menguasai Nusantara, didahului oleh kongsi dagang belanda yaitu VOC yang menguasai nusantara dan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen mengundangkan tarif bea masuk yang pertama di Batavia pada tanggal 1 Oktober 1620 adalah awal kepabeanan diberlakukan oleh VOC. Pada masa hindia belanda didirikan lembaga yang bertugas memungut bea untuk barang yang keluar masuk Hindia-Belanda/Indonesia yang disebut Dienst der In-en Uitvoerrechten en Accijnzen (I.U. & A) atau Jawatan Bea dan Cukai. pendirian ini sesuai dengan Gouvernements Besluit (Keputusan Pemerintah) No. 33 tanggal 22 Desember 1928 tentang Organisasi Dinas Bea dan Cukai. Organisasi ini kemudian diubah melalui keputusan pemerintah tanggal 1 Juni 1934.
Sementara Undang-undang formal mengenai bea dan cukai diatur dalam Indische Tarief Wet (Undang-undang Tarif Indonesia) Staatsblad tahun 1873 Nomor 35, Rechten Ordonnantie (Ordonansi Bea) Staatsblad tahun 1882 Nomor 240, dan Tarief Ordonnantie (Ordonansi Tarif) Staatsblad tahun 1910 Nomor 628. Sedangkan pungutan cukai mulai dilakukan pada 1886 terhadap minyak tanah berdasarkan Ordonansi 27 Desember 1886, Staatsblad tahun 1886 Nomor 249. komoditas lain seperti alkohol sulingan (1898), bir (1931), tembakau (1932), dan gula (1933).
Pada Masa pendudukan Tentara Jepang, kondisi masih dalam keadaan perang pasifik sehingga keberadaan bea dan cukai pada masa tersebut 1942 s.d. 1945 dibekukan oleh Pemerintahan Jepang/Gunsekanbu dengan mengeluarkan Undang-Undang/Osamu Serei No. 13 tahun 1942 pasal 1 dan 2 yang menyebutkan “untuk sementara waktu bea tidak usah diurus”. tetapi untuk urusan cukai masih berjalan di bawah Zaimubu/Departemen Keuangan
Masa Negara Republik Indonesia
Bea dan Cukai pertama kali secara resmi dibentuk pada tanggal 1 Oktober 1946 dengan nama Jabatan Bea dan Cukai. pada masa awal kemerdekaan ini Menteri Muda Keuangan Republik Indonesia Sjafrudin Prawiranegara menunjuka R.A. Kartadjoemena sebagai Kepala Pejabatan Bea dan Cukai.
Menurut Orang Indonesia jang Terkemoeka di Djawa, yang terbit tahun 1944, Mr. Raden Abdoerachim Kartadjoemena lahir di Ciamis pada 16 Juni 1915. Dia lulusan sekolah hukum tahun 1940. Dia pernah bekerja sebagai pegawai kantor Stads Gemeente (Kotapraja) Jakarta, aspiran wakil Inspektur Keuangan Magelang, kepala Kantor Penetapan Pajak Semarang, serta soeperintenden Kantor Lelang Negeri Semarang dan Pati-Ayu.
Pada Masa Peralihan Pemerintahan menjadi RIS pasca perundingan meja bundar, melalui Keputusan Presiden RIS No. 62/19950 R.A. Kartadjoemena ditunjuk sebagai Dirjen Iuran Negara merangkap sebagai Kepala Jawatan Bea dan Cukai, pada masa RIS ini wilayah Indonesia terpecah-pecah karena berbasis negara serikat. Pasca runtuhnya RIS, jabatan kepala Muda Jawatan bea dan Cukai diserahkan kepada G.J.E. Tapiheroe didampingi oleh A.M. Slawat. Model lembaga masih mengikuti gaya peninggalan belanda dengan beberapa perubahan sesuai amanah UUD 1945 pasal II peralihan.
Perwakilan bea cukai di LN sudah ada sejak tahun 1950 ditempatkan di Kedutaan Indonesia di Singapura, atase Bea dan Cukai bertugas memantau lalu lintas perdagangan devisa, penandasahan consular invoice (faktur yang dikeluarkan oleh kedutaan .konsulat) dan informasi terkait ekspor impor. Pada tahun 1962, atase indonesia yang berada di singapura pindah ke hongkong akibat kampanye konfrontasi indonesia dengan negara bentukan inggris (malaysia dan singapura). Kegiatan atase bea cukai pada kedubes hongkong juga menghimpun informasi soal perpajakan, pasar modal, moneter, perbankan dan berhubungan dengan instansi intel dan narkotika. Selain Perwakilan di luar negeri melalui keputusan menteri keuangan No. Kep 207/Men.Keu/67 dibentuk percetakan pita cukai Bhineka Tjarakan yang mencetak pita cukai guna dilekatkan pada barang-barang kena cukai sekaligus pungutan cukai yang ditarik pada barang-barang yang dikenakan cukai tersebut.
Pada tahun 1965, Jawatan Bea dan Cukai Berganti nama Menjadi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Padang Soedirdjo ditunjuk sebagai Dirjen bea dan cukai.Sebagai institusi yang sangat strategis, dan perkembangan perdagangan pasca kemerdekaan, tentu menempatkan bea cukai sebagai institusi yang berwenang dalam memungut bea maupun cukai menjadi institusi yang sering di terpa dengan masalah integritas.. Manajemen sumber daya manusia saat itu masih sangat terbatas dan kontrol sosial serta budaya korup sangat kental pada jawatan bea dan cukai warisan belanda ini. menurut jurnalis Mochtar lubis, praktik kotor di bea cukai terjalin karena hubungan pedagang/importir penyelundup yang dibekingi orang-orang kuat dengan aparat petugas bea dan cukai, bahkan istilah praktik kotor tersebut dikenal dengan “uang damai”. Prinsip pungutan Bea maupun cukai sering menjadi lobi importir agar biaya untuk bea dapat ditekan bahkan dihilangkan dengan memberikan imbalan kepada petugas (harian indonesia raya, 22 Juli 1969).
Bahkan menteri keuangan saat itu Ali Wardhana saat mengunjungi kantor bea dan cukai tanjung priok pada bulan mei 1971, menemukan petugas tengah bersantai padahal dia mendapati kabar adanya penyelundupan ratusan ribu baterai merek terkenal, tidak pelak lagi hal ini membuat menteri kecewa padahal dia baru saja menyetujui untuk memberikan tunjangan khusus sebesar sembilan kali gaji demi menanggulangi praktik korupsi di bea cukai yang sudah terjadi praktik penyelewengan sejak 1968 saat dia menjabat. Apakah Tunjangan tinggi dan pola mutasi eselon yang diterapkan tidak mampu memberikan jawaban permasalahan sistem yang korup tersebut pada Kors Bea dan Cukai?.
Strategi yang dilakukan Ali Wardhana selain kenaikan gaji juga dilakukan pola mutasi pejabat eselon II antar unit eselon 1, pada 1978 direktur Bea dan Cukai digantikan pejabat dari Unit eselon lainnya beberapa kali tetapi cara ini tak kunjung memperbaiki kinerja bea dan cukai karena praktik penyelewengan dan penyelundupan masih kerap terjadi.
pada saat Ali Wardhana diangkat menjadi Menko Bidang Ekonomi, Keuangan, industri dan pengawasan pembangunan, menteri keuangan dijabat Radios Prawiro yang kemudian melantik Bambang Soejarto (perwira tinggi Dep. Hankam) menjadi Direktur Jenderal Bea dan Cukai. pada pernyataan Bambang Soejarto menyatakan akan memberantas para penyelundup sampai ke akar-akarnya. Tapi praktik penyelewengan masih terus terjadi, berapa laporan diantaranya dari para pengusaha jepang, penilain dari BPKP serta beberapa menteri akhirnya presiden soeharto mengeluarkan Inpres (Instruksi Presiden) No. 4 tahun 1985 tentang kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi dimana sebagian wewenang Bea dan Cukai diserahkan kepada PT Surveyor Indonesia yang bekerja sama dengan SGS (Societe Generale de Surveillance).
Pada tahun 1995, terbitlah UU nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan dan diberlakukan secara efektif pada 1 April 1997 yang mengembalikan kembali tupoksi dan wewenang bea cukai kepada lembaga administrasi bea dan cukai
Perubahan Nama
- Masa Kolonial : Dienst der In-en Uitvoerrechten en Accijnzen (I.U. & A)
- Tahun 1946-1948 : Pejabatan Bea dan Cukai (Pasal II aturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan Perundang-undangan warisan Belanda masih tetap diberlakukan dengan perubahan dan penambahan sesuai tuntutan zaman)
- Tahun 1948-1965 : Jawatan Bea dan Cukai (Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1948, istilah Pejabatan bea cukai menjadi Jawatan Bea dan Cukai)
- Tahun 1965-Sekarang : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Fungsi DJBC:
Perumusan kebijakan, penyusunan norma, pemberian bimbingan teknis/supervisi, pemantauan/evaluasi sekaligus pelaksana di bidang pengawasan, penegakan hukum, Pelayanan dan Optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan Cukai dan Pelaksana fungsi lainnya yang diberikan oleh Menteri Keuangan
Misi Utama DJBC:(KEP-105/BC/2014)
- Memfasilitasi perdagangan dan Industri
- Menjaga perbatasan dan melindungi Indonesia dari penyelundupan dan perdagangan ilegal;
- Mengoptimalkan penerimaan negara disektor Kepabeanan dan Cukai;
- Turunan Misi Utama menjadi Fungsi Utama;
- Meningkatkan pertumbuhan industri melalui fasilitas kepabeanan dan cukai yang tepat sasaran;
- Mewujudkan iklim usaha dan investasi yang kondusif, memperlancar logistic dengan penyederhanaan prosedur serta sistem manajemen risiko yang handal;
- Melindungi masyarakat dalam negeri melalui pengawasan pencegahan masuk barang impor yang berbahaya dilarang/dibatasi ataupun keluarnya/barang Ekspor yang dilarang/dilindungi/dibatasi ke luar Indonesia;
- Mengawasi serta melakukan tindakan berdasarkan manajemen risiko melalui Intelijen, Penindakan yang tegas, Penyidikan yang kuat dan audit kepabeanan dan cukai yang tepat
- Mengawasi, membatasi dan atau mengendalikan produksi, peredaran barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik membahayakan kesehatan, lingkungan, ketertiban, dan keamanan masyarakat melalui instrumen cukai yang memperhatikan aspek keadilan dan keseimbangan
- Mengoptimalkan penerimaan negara dalam bentuk bea masuk, bea keluar dan cukai.
Referensi:
Majalah Keuangan Edisi Khusus, 2021
https://www.beacukai.go.id/arsip/abt/sejarah-bea-dan-cukai.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Direktorat_Jenderal_Bea_dan_Cukai_Indonesia
https://historia.id/ekonomi/articles/mengurai-sejarah-lembaga-bea-dan-cukai-vQzbj/page/5
https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/mengurai-sejarah-lembaga-bea-cukai
0 Comments:
Posting Komentar